DESKJABAR- Ajay Priatna, Walikota Cimahi non aktif divonis bersalah dalam kasus korupsi, ditingkat banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Bandung.
Ajay Priatna oleh majelis hakim tingkat banding tersebut dinyatakan bersalah karena kasus korupsi dan menguatkan putusan hakim ditingkat Pengadilan Negeri Bandung yakni 2 tahun penjara.
Vonis Ajay tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut 7 tahun penjara seperti yang telah dibacakan pada nota tuntutan saat bersidang di Pengadilan Tipikor Bandung.
Salinan putusan PT Bandung tersebut sudah diterima oleh Pengadilan Tipikor Bandung. Salinan putusan itu diterima Pengadilan Tipikor Bandung pada Senin kemarin.
"Iya sudah turun (salinan putusan diterima). Putusannya tetap," ucap Panitera Muda Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Bandung Yuniar di PN Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu 27 Oktober 2021.
Dalam putusan tersbut hakim PT Bandung menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Bandung yang sebelumnya telah memvonis Ajay dengan hukuman dua tahun penjara.
Sebelumnya, Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay M Priatna divonis 2 tahun penjara. Ajay dinyatakan terbukti menerima gratifikasi atas pembangunan rumah sakit Kasih Bunda di Cimahi
Putusan dibacakan majelis hakim yang dipimpin oleh Sulistyono dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung pada Rabu 25 Agustus 2021.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ajay Muhammad Priatna pidana penjara selama dua tahun dan pidana denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan penjara," ujar hakim saat membacakan amar putusannya.
Baca Juga: Badan Intelejen Negara (BIN) Kembali Lakukan Vaksinasi Massal Untuk Siswa, Kali Ini di Bogor
Tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK mengajukan banding atas putusan majelis hakim terhadap Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay M Priatna. Sebelumnya, hakim menjatuhkan putusan 2 tahun kepada Ajay.
"Setelah kami pelajari pertimbangan majelis hakim, tim jaksa KPK telah menyatakan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Bandung," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Ali menjelaskan alasan banding tersebut. Menurut Ali, banding diajukan lantaran menilai putusan hakim belum adil.
"Utamanya dalam hal penjatuhan amar pidana baik pidana penjara maupun pidana tambahan berupa jumlah pembebanan uang pengganti hasil korupsi yang dinikmati terdakwa serta pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik," tutur dia.***