Pengalaman Mendebarkan, Mendaki Puncak Manglayang malah masuk Jalur Evakuasi, Jangan Ditiru

- 17 Oktober 2022, 16:21 WIB
Jalur menuju puncak Manglayang yang ternyata adalah jalur evakuasi. Tidak direkomendasikan untuk pendakia.  Dicky Harisman//DeskJabar
Jalur menuju puncak Manglayang yang ternyata adalah jalur evakuasi. Tidak direkomendasikan untuk pendakia. Dicky Harisman//DeskJabar /

DESKJABAR - Jalur pendakian menuju puncak Manglayang sebenarnya sangat jelas, dua jalur resmi masing-masing melalui bumi perkemahan Batukuda Kabupaten Bandung atau jalur cadas, Barubeureum, Jatinangor Kabupaten Sumedang. Meski ada satu lagi melalui jalur palintang ke arah Cibodas, namun tidak sepopuler dua jalur tadi.

Ada satu jalur menuju puncak Manglayang melalui jalur tebing Prisma. Jalur tebing cadas ini sebetulnya tidak direkomendasikan untuk para pendaki terutama pendaki pemula. Tebing cadas dengan ketinggian 18 meter akan menghubungkan jalur dari kaki gunung ke puncak bayangan.

Mau tidak mau pendaki harus memanjat tebing batu dengan bagian bawah menggangga jurang yang sangat dalam.

Baca Juga: WASPADA! Gagal Ginjal Akut pada Anak, Ketahui 10 Cara Menjaga Ginjal agar Tetap Berfungsi dengan Baik

Sebaiknya jika ingin melakukan pendakian melalui jalu ini ditemani porter dan pemanjat yang berpengalaman agar pendaki bisa mencapai puncak dengan aman.

Penulis sudah pernah melakukan pemanjatan melalui tebing Prisma ini sekitar 9 tahun lalu sebanyak dua kali kesempatan.

Sabtu, 15 Oktober 2022 kemarin bermaksud melakukan pendakian ke puncak Manglayang melalui tebing Prisma.

Sebelum berangkat, penulis melakukan diskusi dan koordinasi dengan para petugas di Batukuda sebagai Basecamp pendakian melalui jalur ini.

Karena musim hujan dan jalurnya jarang dilalui pendaki, penulis disarankan untuk mendaki puncak Manglayang melalui jalur biasa ke lahan pinus. Kemudian pulangnya melipir ke puncak bayangan arah jalur turun ke Barubeureum Jatinangor Sumedang.

 Baca Juga: Merpati Putih Melaksanakan Ujian Kenaikan Tingkat Daerah 2022 Jawa Barat di Bandung, Uji Hasil Latihanmu

Berbekal pengalaman dua kali ke puncak Manglayang melalui jalur Prisma, penulis tetap melakukan pendakian ke tebing dulu.

Perjalanan diawali saat penunjuk waktu berada di angka 07.57 WIB. Pendakian pun mulai dengan mengambil jalur kanan sebelah area camp Papanggungan.

Selang beberapa menit perjalanan, penulis menemukan dua makam berdampingan dengan penanda nisan menggunakan batu yang ditumpuk.

Jalanan melipir ke arah kanan yang semakin lama semakin terdengar jelas suara aliran sungai. Pertanda bahwa perjalanan sudah salah jalur.

Pendakian kembali diurut ke arah kiri menuju jalur kedua. Dari basecamp terdapat dua jalur yang tidak menggunakan petunjuk arah menuju puncak.

Trek menuju puncak sudah mulai terasa menanjak dengan perkebunan penduduk dan ladang kopi yang menyambut perjalanan.

Jalur semakin lama semakin tidak jelas, hingga akhirnya tiba di sebuah gubuk kecil untuk beristirahat petani yang berada di tengah ladang kopi.

Baca Juga: Mantan Ketua Kadin Jabar Tatan Pria Sudjana Tiba Tiba Surati KAJATI JABAR, Ada Apa? Ini Alasan Utamanya

Melewati gubug tersebut, penulis harus tiarap dan merangkak di antara ladang kopi penduduk. Akhirnya diputuskan untuk kembali ke bawah. Sudah sekitar 30 menit waktu terbuang gara-gara salah jalan ini.

Tanpa kompas dan peta tentang Manglayang, pendakian dilanjutkan dengan mengambil arah kiri dengan asumsi mendekatkan ke jalur resmi atau jalur pinus.

Trek yang dilalui semakin terasa asing, trek licin, nyaris tak ada pegangan dan menanjak menyebabkan perjalanan sedikit terhambat.

Pukul 10.00 atau dua jam kami menemukan kebun bambu yang sangat luas, kondisi jalannya sangat miring membuat kami bersusah payah melewatinya.

Jalur ini makin ke atas makin menyulitkan, beberapa ruas bambu yang tumbang menyebabkan perjalanan semakin sulit, kami harus mencari celah jalan agar tidak tertusuk atau tersandung batang bambu yang tumbang ini.

Hampir pukul 11.00 siang, kami sudah melewati kebun bambu yang lokasinya sangat miring, sangat sulit untuk didaki kecuali memanjat tanpa pegangan.

Baca Juga: INFO GEMPA TERKINI: Seram Bagian Timur Maluku Diguncang Gempa 5,1 Magnitudo, Begini Informasi dari BMKG

Ini bukan jalur yang sebenarnya dalam hati, sudah tiga jam mendaki kami masih berada di tengah jalur berupa jurang yang terjal. Dalam kondisi ini kami harus terus berjuang untuk bisa sedikit demi sedikit menuju ke jalan atau trek yang lebih tinggi.

Kami belum menyerah, trek yang tadinya sedikit jelas kini semakin kabur. Kami sampai di kawasan dengan kondisi kiri kanan di penuhi batu-batu besar. Tak ada jalan lagi.

Jika harus mundur kembali rasanya sudah berjalan selama tiga jam, untuk turun kembali dengan jalur bengal tadi pun kami tidak akan sanggup membayangkannya.

Yang terpikir adalah bagaimana kami bisa sampai ke tempat atau jalur resmi. Bagaimana caranya.

Karena rencananya mau mendaki Manglayang melalui jalur resmi, otomatis tidak banyak yang kami siapkan. Peralatan masak, pisau untuk kegiatan di hutan ataupun alat lainnya.

Baju, celana dan sepatu kami sudah tidak keruan bentuknya akibat harus tiarap, merayap, terjatuh dan bergulingan di jalanan yang lebih menyerupai jurang curam.

Kami merasa bahwa kami sudah hilang orientasi track yang sebenarnya. Ada jalur kecil sepertinya aliran air yang menjadi patokan bahwa ada jalanan di atas sana. Melalu petunjuk aliran air ini kami terus ngesot sambil merangkak menuju jalan ke puncak.

Batang pepohonan yang besarnya sebesar gagang sapu menghadang, membuat kami harus extra keras mematahkan setiap rintangan yang menghalang. Hingga kami menemukan jalur buntu menurut kami.

Baca Juga: 5 Tempat Wisata Malang yang Hits, Cocok untuk Healing dan Murah Meriah, Ada Sensasi Alam Seperti di Ubud Bali

Tak ada lagi jalan kecuali ada bekas aliran sungai yang terhalang rimbunnya pepohonan berakar. Berbekal semangat ingin cepat sampai puncak, akar pohon tadi kami babat semampu kami dengan tangan kosong, hingga tangan kiri dan kanan kami terluka akibat memegang akar yang berduri.

Semua ini tak kami rasakan hingga salah seorang dari kami menangis karena frustasi. Tidak berlebihan, kami sudah berjalan lebih dari empat jam dengan tak ada jaminan kami akan sampai atau tidak.

“Saya menyerah, kalau ada petugas saya minta dievakuasi,” katanya sambil menangis.

Semangat dan yakin bahwa kami akan sampai di puncak itulah yang membuat perjalanan ini tak kami hiraukan, batu yang kami temui semakin banyak, sekitarnya kami melihat suasana agak serem karena memang jalanan ini tidak atau jarang dilintasi manusia, bisik batin kami.

Baca Juga: Tempat Wisata Alam Dengan Keindahan Air Terjun Yang Instagramable di Wonosobo, Sejuk Wajib dikunjungi

Dari jauh terdengar suara pendaki berbincang-bincang, Kami pun berteriak sekeras-kerasnya agar suara kami didengar mereka. Namun upaya kami sia-sia. Tak ada orang yang mendengar teriakan kami.

Hingga kami menemukan pucuk pohon, membuat kami sedikit lega. Dari kawasan hutan pekat itu kami melihat pemandangan ke bawah sangat kecil. Itu pertanda bahwa kami sudah ada di kawasan puncak Manglayang.

Langkah makin semangat menembus akar dan pepohonan yang kami patahkan agar bisa kami lalui hingga kami benar-benar menemukan banyak pohon seperti di kawasan puncak Manglayang.

Benar saja, kami akhirnya menemukan jalur resmi. Kami keluar dari jalur yang tidak lebih dari jurang persis di pos 3 Batu Keraton.

Dari Pos 3 ke puncak Manglayang hanya berjarak sepuluh menitan. Ya Allah terimakasih kami sudah menemukan jalanan kembali.

Sesampainya di basecamp kami ceritakan kepada petugas tentang jalur yang baru saja kami lalui. Mereka setengah tidak percaya karena kami sudah mendaki melalui jalur evakuasi. Walaaah. ***

Editor: Zair Mahesa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah