Tanpa kompas dan peta tentang Manglayang, pendakian dilanjutkan dengan mengambil arah kiri dengan asumsi mendekatkan ke jalur resmi atau jalur pinus.
Trek yang dilalui semakin terasa asing, trek licin, nyaris tak ada pegangan dan menanjak menyebabkan perjalanan sedikit terhambat.
Pukul 10.00 atau dua jam kami menemukan kebun bambu yang sangat luas, kondisi jalannya sangat miring membuat kami bersusah payah melewatinya.
Jalur ini makin ke atas makin menyulitkan, beberapa ruas bambu yang tumbang menyebabkan perjalanan semakin sulit, kami harus mencari celah jalan agar tidak tertusuk atau tersandung batang bambu yang tumbang ini.
Hampir pukul 11.00 siang, kami sudah melewati kebun bambu yang lokasinya sangat miring, sangat sulit untuk didaki kecuali memanjat tanpa pegangan.
Ini bukan jalur yang sebenarnya dalam hati, sudah tiga jam mendaki kami masih berada di tengah jalur berupa jurang yang terjal. Dalam kondisi ini kami harus terus berjuang untuk bisa sedikit demi sedikit menuju ke jalan atau trek yang lebih tinggi.
Kami belum menyerah, trek yang tadinya sedikit jelas kini semakin kabur. Kami sampai di kawasan dengan kondisi kiri kanan di penuhi batu-batu besar. Tak ada jalan lagi.
Jika harus mundur kembali rasanya sudah berjalan selama tiga jam, untuk turun kembali dengan jalur bengal tadi pun kami tidak akan sanggup membayangkannya.
Yang terpikir adalah bagaimana kami bisa sampai ke tempat atau jalur resmi. Bagaimana caranya.