Benarkah, NIKAH MUDA Menjadi Penyebab Anak Stunting?, Simak Penjelasan Kepala BKKBN, dr Hasto Wardoyo

18 Juli 2022, 15:11 WIB
Benarkah, NIKAH MUDA Menjadi Penyebab Anak Stunting?, Simak Penjelasan Kepala BKKBN, dr Hasto Wardoyo /Fazriel Dhany/

DESKJABAR- Benarkah, nikah muda menjadi penyebab anak menjadi stunting simak penjelasan Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo.

Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo memberi penjelasan mengenai penyebab terjadinya anak stunting. Apakah ada kaitannya dengan nikah muda.

Simak penjelasan kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo mengenai stunting pada anak benarkah nikah muda menjadi penyebab anak menjadi stunting.

Baca Juga: TERBARU Kasus Brigadir J dan Bharada E, Komnas HAM Temukan Ini di Keluarga Brigadir J, Apa itu?

Dalam klarifikasi forum Pemred PRMN, dr Hasto Wardoyo menjelaskan mengenai stunting, dan juga keterkaitan dengan nikah muda.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia di bawah lima tahun dan terjadi ketidak seimbangan antara tinggi badan anak dengan usia anak.

Kata dr Hasto Wardoyo sekarang ini yang diukir itu baru tinggi badan dengan umur anak atau stanted yakni pendek. Belum pada dampak perkembangan anak.

Baca Juga: 2.569 PSE Lingkup Privat Belum Daftar Ulang, Tenggat Waktu Daftar Ulang Sampai 20 Juli 2022.

Ini karena adanya kebijakan WHO dan Kementerian Kesehatan yang memberikan kebijakan mengukur pada sisi stunted atau pendek.

" Jujur WHO dan Kementerian Kesehatan ini memberikan kebijakan mengukir stunting ini masih pada stuntes ( pendek) belum pada dampak pada perkembangannya," kata dr Hasto Wardoyo.

Dijelaskan dr Hasto Wardoyo ketikan anak menjadi stunting memiliki 3 konsekuensi yang antara lain, anak pasti pendek, kemampuan intelektual kurang dan sakit sakitan.

" Stunting itu pasti pendek, tapi pendek belum tentu stunting," kata dr Hasto Wardoyo.

Menurutnya, kemampuan intelektual tual anak yang stunting kurang dan perkembangannya terganggu atau tidak optimal.

Dan ketika sudah memasuki usia 40 tahun atau 45 tahun maka anak yang stunting akan muncul sakit sakit atau dihari tuanya sakit sakitan.

"Kesimpulannya stunting ini tidak produktif menjadi beban, bukan menjadi modal untuk pembangunan," kata dr Hasto Wardoyo.

Baca Juga: UPDATE Kasus Baku Tembak Polisi yang Tewaskan Brigadir J, Inilah Alasan Komnas HAM Tidak Masuk Tim Khusus

Namun kata dr Hasto Wardoyo jangan dibalik, pendek belum pasti stunting. Banyak orang pendek tetapi tidak memiliki ciri kemampuan intelektual nya rendah sakit sakitan. Tidak mempunyai ciri seperti itu.

Oleh karena itu WHO memberi batasan yang sifatnya masih bisa ditoleransi, apabila stunting nya tidak lebih dari 20 persen.

Dengan harapan ketika stunting itu belum mengukur kecerdasan anak, karena mengukur kecerdasan anak kurang dari 2 tahun itu sulit.

"Jadi mengukur perkembangan anak itu masih kurang baik karena dibutuhkan seorang ahli," kata dr Hasto Wardoyo

Kalau di posyandu di desa desa mengukur perkembangan anak yang benar itu tidak mudah. Paling paling mendekat saja.

Motorik halus motorik kasar kemampuan kemampuan itu tidak mudah disimpulkan. Sehingga yang ada di posyandu ini hanya tinggi badan plus umur. Berat badan dan umur.

Maka jika ditargetkan 14 persen di tahun 2024 kata dr Hasto Wardoyo sudah luar biasa. Karena stuntingnya bukan komplek sindrom dari stunting itu sendiri.

Lalu benarkah nikah di usia muda menjadi penyebab terjadinya stunting pada anak benarkah seperti itu.

Kata dr Hasto Wardoyo secara total angka stunting ini kondisinya 24,4 persen. Dan jika dilihat dari usia nikah muda di bawah 14 tahun hamil dan melahirkan di bawah 14 tahun, sekarang ini rata rata 22 orang per seribu.

Mereka yang sudah hamil melahirkan usia antara 15 sampai 19 tahun angkanya 22 orang perseribu.

Dari situ bisa dicari angka padanannya ketika populasinya 24,4 persen, kemudian angka usia nikah muda di bawah 14 tahun yaitu 22 per seribu rata rata dan ternyata ada kontribusinya.

"Kontribusi dari nikah muda itu karena mereka itu sebetulnya masih tumbuh, kemudian harus menumbuhkan orang lain dalam hal ini bayi," kata dr Hasto Wardoyo.

Mereka itu kata dr Hasto Wardoyo harusnya tulangnya masih tambah panjang, masih tambah padat tetapi terpaksa kalsium diambil oleh bayi nya yang ada dalam rahim untuk membuat tulang bayinya.

Baca Juga: Kewalahan Menasehati Anak Laki-laki yang Gemar Bermain? Simak Penjelasan Dr. Aisyah Dahlan

Akhirnya ibu ini menjadi terhambat sendiri, orang yang masih tumbuh harus menumbuhkan orang lain, Itulah yang membuat kondisi tidak optimal.

Sementara stunting itu bisa diartikan gagal tumbuh. Tidak optimal nya pertumbuhan panjang badan dan juga kemampuan kecerdasan anak. Maka stunting ini terjadi pada kawin usia muda.

Kemudian kata dr Hasto Wardoyo, masih banyak remaja remaja yang ternyata anemia. Ada 30 persen remaja remaja putri yang mengalami anemia.

Kenapa remaja putri anemia dan gizi seimbang nya kurang, karena ada remaja putri yang sengaja takut gemuk dan sebagainya.

Hingga akhirnya gizi seimbang nya kurang kemudian dia hamil, dan ini ketika remaja yang anemia hamil ini maka kelahirannya stunting. Bayinya stunting atau resiko stunting.

"Itulah, yang juga membuat kematian ibu dan anak masih tinggi karena kondisi anemia juga cukup tinggi," kata dr Hasto Wardoyo.

Kemudian remaja yang belum cukup umur tulang panggulnya tidak standar, sehingga proses melahirkan itu sebetulnya sering mengalami masalah.

Jadi ketika melahirkan bayi terjadi kendala yang bisa menyebabkan pertumbuhan bayi tidak sehat dan terjadi stunting.

Rata rata panjang bayi yang kurang dari 48 cm sebanyak 22,6 persen. Ini karen gagal produk karena seharusnya minimal panjang badannya 48 cm.

Kata dr Hasto Wardoyo saat ini banyak orang yang tidak memikirkan tentang persiapan kehamilan terutama gizi agar anak tumbuh sehat dan cerdas.***

 

Editor: Dendi Sundayana

Tags

Terkini

Terpopuler