Tambahan Anggaran Pupuk Bersubsidi Sampai Rp 14 Triliun, Disarankan untuk Beli Gabah Padi

- 24 Januari 2024, 17:16 WIB
Suasana focus group discussion “Keberlanjutan Usaha Pertanian : Ketersediaan Pupuk dan Dukungan Input Agro”, digelar Nagara Institute di Bandung, Selasa, 24 Januari 2024,
Suasana focus group discussion “Keberlanjutan Usaha Pertanian : Ketersediaan Pupuk dan Dukungan Input Agro”, digelar Nagara Institute di Bandung, Selasa, 24 Januari 2024, /Kodar Solihat/DeskJabar

“Anggaran pupuk bersubsidi disarankan diberikan untuk pembelian gabah, dengan mempertimbangkan harga beras yang sampai ke masyarakat tetap terjangkau,” ujarnya.

Baca Juga: Petani Teh Jawa Barat Tegar Berusaha, Walau Belum Dapat Pupuk Bersubsidi di Tahun 2024

Peran agen pupuk

Pengurus Perhepi (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia), Ronnie S Natawidjaja, menyebutkan, peran para agen pupuk atau sarana produksi pertanian sebenarnya bisa dimintai masukan atau membantu mendata kebutuhan pupuk bersubsidi pada suatu wilayah.

Sebab, katanya, para agen pupuk atau sarana produksi pertanian, rata-rata hafal dengan para petani yang menjadi langganananya. Ini membuat dilakukannya waktu tanam dan jumlah kebutuhan pupuk oleh para petani.

Dengan dilibatkannya sejumlah agen pupuk atau sarana produksi pertanian, menurut Ronnie S Natawidaja, diharapkan akan membantu meningkatkan akurasi kebutuhan pupuk bersubsidi oleh petani.

“Agen pupuk atau penjual pupuk lebih pintar dari penyuluh pertanian. Sebab agen pupuk sudah punya langganan para pebeli pupuk dan waktu tanam, dan data mereka bisa meringankan pekerjaan para penyuluh,” ujarnya.

 Baca Juga: Petani Perkebunan di Jawa Barat Berharap Perhatian Alokasi Pupuk Bersubsidi

Ronnie S Natawidjaja juga mengingatkan, bahwa sebenarnya negara Indonesia tanahnya sangat subur. Sehingga, penggunaan pupuk bersubsidi harus disesuaikan komposisinya sesuai kondisi tanah, bahkan pada kawasan-kawasan tertentu tidak memerlukan pupuk kimia, yang termasuk bersubsidi.

Ketua KTNA (Kontak Tani dan Nelayan Andalan) Jawa Barat, Otong Wiranta, menyebutkan, selama ini distribusi pupuk bersubsidi masih sering kacau. Penyebabnya, ada sistem yang selalu berubah-ubah diberlakukan oleh pemerintah, sehingga membingungkan petani.

“Yang sering terjadi adalah double data, sehingga alokasi banyak yang menjadi tidak jelas. Sebab, pekerjaan pendataan di lapangan menjadi ikut berubah-ubah pula seiring adanya sistem baru yang sering berubah,” ucapnya. ***

Halaman:

Editor: Kodar Solihat

Sumber: liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah