Dua Tahun Setelah Kecelakaan Fatal Bagaimana Nasib Boeing 737 Max. Ini Keputusan FAA

- 19 November 2020, 07:28 WIB
Boeing 737 Max diizinkan terbang kembali
Boeing 737 Max diizinkan terbang kembali /commons.wikimedia.org/

DESKJABAR – Setelah kecelakaan mematikan di Indonesia dan Ethiopia pada tahun 2019 yang mengakibatkan 346 penumpang dan kru tewas, akhirnya Administrasi Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA) mengizinkan Boeing 737 Max untuk terbang kembali.

Kepastian itu diumumkan FAA pada Rabu, 18 November 2020. Mereka mengatakan, keputusan itu diambil setelah melakukan peninjauan yang komperehensif dan metodis yang berlangsung selama 20 bulan

Seperti diketahui, pada 29 Oktober 2018, terjadi kecelakaan fatal yang dialami Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610, yang jatuh di perairan Laut Jawa.

Baca Juga: Jaksa Kejati Jabar Lakukan Banding Atas Vonis Hakim Yang Mengeluarkan Donny Mulyana Dari Tahanan

Kecelakaan pesawat yang terbang dari Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, menuju Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, itu menewaskan 189 penumpangnya, termasuk kru pesawat.

Kemudian pada Maret 2019 kecelakaan fatal selanjutnya dengan jenis pesawat yang sama yakni Boeing 737 Max, kembali terjadi pada penerbangan Ethiopian Airlines ET-302.

Setelah dua kejadian tersebut, regulator penerbangan di semua negara sepakat melarang Boeing 737 Max untuk terbang.

Baca Juga: Belgia vs Denmark, Romelu Lukaku Sumbang Dua Gol, Belgia ke Semifinal

Kepala FAA, Stephen Dickson, pada Rabu lalu telah menandatangani perintah pembatalan larangan terbang tersebut.

Menurutnya, maskapai penerbangan AS akan dapat menerbangkan Max, setelah Boeing memperbarui perangkat lunak dan komputer penting di setiap pesawat dan pilot menerima pelatihan dalam simulator penerbangan.

Dickson memaparkan bahwa perintah pembatalan penerbangan dibuat setelah mereka melakukan kerjasama dengan regulator penerbangan sejumlah negara.

“Regulator penerbangan dari berbagai negara telah menyebut desain Boeing 737 telah berubah, bersama dengan peningkatan prosedur dan latihan kru pesawat,” ujarnya dikutip dari AP.

Baca Juga: Pengurus Kadin Jabar Keberatan Tatan Pria Sujana Hadir di WJIS 2020 Menggunakan Simbol Kadin Jabar

Langkah pembatalan penerbangan dilakukan setelah sebelumnya dilaksanakan dengar pendapat dengan kongres, tentang dua kecelakaan fatal tersebut.

Dalam dengar pendapat itu, kongres mengkritik FAA yang dianggap lemah dalam pengawasan. Kongres juga menilai Boeing terburu-buru menerapkan sistem perangkat lunak baru, yang mengutamakan keuntungan daripada keselamatan. Kritik ini kemudian berdampak pada pemecatan CEO Boeing.

Para penyelidik berfokus pada perangkat lunak anti-stall yang dirancang Boeing untuk melawan kecenderungan pesawat miring ke atas karena ukuran dan penempatan mesin.

Perangkat lunak itu mendorong hidung pesawat ke bawah berulang kali pada kedua pesawat yang jatuh, mengatasi kesulitan pilot untuk mendapatkan kembali kendali.

Baca Juga: Pegolf Amerika Serikat Bill Haas Positif Terinfeksi Covid-19

Dalam setiap kasus, satu sensor yang salah memicu pitch nose-down.

FAA meminta Boeing untuk mengubah perangkat lunak tersebut sehingga tidak berulang kali mengarahkan hidung pesawat ke bawah untuk menangkal kemungkinan aerodinamis yang terhenti.

Sementara itu, Boeing mengatakan, perangkat lunak tersebut sudah diganti dan juga tidak lagi menggantikan kontrol pilot seperti yang dilakukannya di masa lalu.

Boeing juga harus memasang sistem tampilan baru untuk pilot dan mengubah cara kabel ke batang stabilizer ekor.

Baca Juga: Messi Bete Selalu Dituding Biang Masalah di Barca

“Peristiwa dua kecelakaan fatal tersebut dan pelajaran yang kami peroleh, telah membentuk kembali perusahaan kami dan semakin memusatkan perhatian kami pada nilai-nilai inti kami yaitu keselamatan, kualitas, dan integritas,” tutur CEO Boeing, David Calhoun. ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: AP News Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah