2. Keadaan sakit kedua adalah bagi yang tidak mampu berdiri karena mengalami kesulitan. Gambarannya ia dalam keadaan sangat sakit sehingga sulit khusyuk dan thumakninah.
Maka dalam kondisi ini ia sholat sambil duduk dan memberi isyarat ketika rukuk dan sujud, keadaan sujud lebih rendah dari rukuk. Keadaan duduk di sini tidaklah dijelaskan, artinya duduk bagaimana pun dibolehkan.
Namun, duduk yang lebih baik adalah duduk bersila karena duduknya lebih mudah (tidak tegang) dibandingkan dengan duduk iftirasy. Tujuannya pula adalah duduk ini akan membedakan duduk yang menggantikan posisi berdiri dan duduk yang sesuai posisinya.
3. Keadaan sakit ketiga adalah jika tidak mampu sholat sambil duduk, maka sholat dilakukan sambil berbaring ke samping. Hadits menunjukkan secara mutlak apakah berbaring ke samping kanan ataukah ke kiri.
Yang paling utama (afdal) adalah yang paling mudah. Jika berbaring ke kanan atau ke kiri sama-sama mudah, berbaring ke kanan itu lebih afdal. Wajah nantinya menghadap kiblat.
Jika tidak mampu dihadapkan ke kiblat, sholat dalam keadaan apa pun sesuai kemampuan. Ketika rukuk, cukup berisyarat dengan kepala ke dada sedikit, lalu ketika sujud lebih menunduk lagi.
4. Keadaan sakit keempat adalah sholat sambil telentang, punggung di bawah, dan kedua kaki ke arah kiblat. Yang paling utama (afdal) adalah kepala diangkat sedikit agar bisa dihadapkan ke kiblat.
5. Keadaan sakit kelima adalah jika tidak mampu berisyarat dengan kepala, maka ada yang membolehkan berisyarat dengan mata, ketika rukuk mata berkedip sedikit.
Setelah mengucapkan: ‘Samiallahu liman hamidah’, mata kembali dibuka. Ketika sujud, lebih dikedipkan lagi. Namun Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan menyatakan bahwa hadits tentang hal ini dhaif.