Artinya, Ketika seseorang bersujud dengan dahi dan hidung tidak menempel ke tanah (alas shalat) maka tidak sah, atau bersujud diatas serban (yang merupkan bagian dari busana) maupun lengan baju yang sedang ia pakai, juga dianggap tidak sah, karena kesemuanya itu menempel dengan badan.
Maka apapun yang sedang digunakan seseorang dalam shalat seperti mukena, serban, peci dan lain-lain yang menghalangi dahi menempel ke alas shalat ketika bersujud maka tidak sah.
Bagi setiap perempuan muslim atau muslimah penggunaan mukena merupakan bagian yang perlu berhati-hati dalam menggunakan dan memilih modelnya.
Walaupun menggunakan pakaian yang dan terbaik juga disarankan, namun perlu juga diperhatikan masalah syariatnya.
Bila saja mukena menutupi wajah atau menghalangi jidat, maka akan sujudnya menjadi tidak sah, padahal sujud merupakan salah satu rukun yang wajib dalam melaksanakan ibadah shalat.
Berikutnya, Fiqh Islam memberikan gambaran tentang apa saja kriteria penutup aurat. Syarat menutup aurat menurut penjelasan pakar fiqh Islam kontemporer Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqh Islam Wadillatuhu, jilid 1, halaman 615 adalah:
Tebal dan Tidak Transparan
Wajib menutup aurat dengan menggunakan kain tebal, kulit, atau kertas yang dapat menyembunyikan warna kulit dan juga tidak menjelaskan sifatnya.
Apabila kain penutupnua tipis atau jika tenunannya jarang-jarang (transparan), sehingga dapat memperlihatkan apa yang di dibaliknua atau juga bisa menggambarkan warna kulitnya, maka kain tersebut tidak memenuhi syarat untuk digunakan shalat. Ibadah shalat pun menjadi tidak sah, karena tujuan menutup aurat tidak tercapai.
Bila sekiranya kain yang digunakan dapat menutupi warna kulit, namun dapat menggambarkan bentuk dan ukuran tubuh, maka shalat dengan menggunakan pakaian itu hukumnya sah. Karena seperti itu tidak dapat dielakkan sekalipun memakai kain yang tebal. Walaupun makruh hukumnya jika dikenakan oleh perempuan dalam pandangan ulama madzhab Syafi’i.