ثُمَّ أَصْلُ السُّنَّةِ يَحْصَلُ بِإِيْصَالِ الْمَاءِ إِلَى الْفَمِ وَالْأَنْفَ سَوَاءٌ أَدَارَهُ أَمْ لاَ وَهَذَا هُوَ الرَّاجِحُ
Kemudian asal sunnah akan terjadi dengan memutarnya air pada mulut dan hidung baik memutarnya atau tidak dan ini adalah yang Rajih
لَكِنْ نَصَّ الشَّافِعِيُّ عَلَى إِرَادَتِهِ فِي الْفَمِ وَلاَ يُشْتَرَطُ فِي تَحْصِيْلِ السُّنَّةِ أَنْ يَمُجَّ الْمَاءَ حَتَّى لَوْ اِبْتَلَعَ تَأَدَّتِ السُّنَّةَ
Tapi Nash Imam Syafi'i atas memutarnya dalam mulut dan tidak di syaratkan dalam mendapatkan sunnah untuk membuang air keluar sehingga seandainya tertelan, maka dia telah melakukan sunnah
قَالَهُ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَذَهَبَ جَمَاعَةٌ إِلَى اشْتِرَاطِ مَجِّ الْمَاءِ فِي تَحْصِيْلِ السُّنَّةِ وَتَقْدِيْمُ الْمَضْمَضَةِ عَلَى الْاِسْتِنْشَاقِ شَرْطٌ فِي تَحْصِيْلِ السُّنَّةِ عَلَى الرَّاجِحِ وَقِيْلَ مُسْتَحَبٌّ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ
Perkataannya Imam Nawawi dalam kitab SYARAH AL-MUHADZDZAB dan sebagian ulama berpendapat di syaratkan untuk membuang air keluar dalam mendapatkan sunnah dan mendahulukan kumur-kumur atas memasukkan air ke dalam hidung adalah syarat dalam mendapatkan sunnah, atas pendapat yang Rajih dan di katakan adalah di anjurkan, dan Allah yang lebih mengetahui.
Hukum berkumur-kumur dan memasukan air ke dalam hidung ketika berpuasa adalah sebagai berikut:
يَسْتَحِبُّ الْمُبَالَغَةُ فِي الْمَضْمَضَةِ وَالْاِسْتِنْشَاقِ لِغَيْرِ الصَّائِمِ
Dianjurkan mengeraskan dalam berkumur-kumur dan memasukkan air kedalam hidung untuk selain orang yang berpuasa
وَأَمَّا الصَّائِمُ فَقِيْلَ يَحْرُمُ فِي حَقَّةِ قَالَهُ الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبُ وَقِيْلَ يُكْرَهُ قَالَ الْبَنْدَنِيْجِيُّ وَغَيْرُهُ وَقِيْلَ تَرْكُهَا مُسْتَحَبٌّ قَالَهُ ابْنُ الصِّبَاغِ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ