Penentuan 1 Ramadhan dalam Perdebatan Hisab dan Rukyah, Pilih Mana? Simak Pakar Falak Muhammadiyah

- 22 Maret 2022, 13:12 WIB
ilustrasi bulan Ramadhan
ilustrasi bulan Ramadhan /pixabay/ciplanay/

DESKJABAR - Muhammadiyah telah menetapkan tanggal 1 Ramadhan 1443 Hijriyah bertepan dengan tanggal 2 April 2022. Sementara itu, pemerintah hingga kini belum mengambil keputusan apa pun.

Pemerintah biasanya menunggu munculnya hilal sebagai tanda waktu 1 Ramadhan.

Muhammadiyah memang menggunakan metode hisab untuk menentukan 1 Ramadhan dan waktu lainnya yang terkait dengan peribadatan. Metode hisab memungkinkan untuk menghitung dan menentukan kapan 1 Ramadhan akan jatuh, jauh-jauh hari.

Baca Juga: Menyikat Gigi Menyebabkan Batal Puasa Ramadhan? Ini Penjelasan Buya Yahya

Hal ini berbeda dengan metode rukyah, di mana pengamatan akan hilal menjadi hal mutlak untuk menentukan kapan 1 Ramadhan tiba.

Muncul pertanyaan, metode mana yang akurasinya tinggi? Di tengah pertanyaan itu, muncul pula tudingan bahwa metode hisab tidak tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Penentuan 1 Ramadhan di zaman Nabi Muhammad SAW dilakukan melalui pengamatan hilal atau metode rukyah.

Menjawab persoalan-persoalan di atas, pakar falak Muhammadiyah Oman Fathurrahman yang sering memberikan pelatihan tentang metode hisab di berbagai instansi pemerintah, menjelaskan.

Di antaranya saat ia memberikan ceramah pada Kajian Ahad Pagi di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan pada Minggu 6 Maret 2022 yang dirilis dalam laman muhammdiyah.or.id tanggal 6 Maret 2022.

Baca Juga: Apakah Tradisi Ruwahan Menjelang Puasa Ramadhan Amalan Bid'ah? Ini Hukumnya, Kata Buya Arrazy Hasyim

Oman Fathurrahman menyebutkan, penegasan mengenai adanya penghitungan secara hisab disebutkan dalam beberapa ayat dengan kata kunci “hisab” (perhitungan). Misalnya, QS. ar-Rahman ayat 5: “Matahari dan Bulan (beredar) menurut perhitungan.”;

Kemudian, QS. Yunus ayat 5: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan Bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan Bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).”

Kedua ayat di atas, katanya, menunjukkan bahwa matahari dan bulan memiliki sistem peredaran yang ditetapkan oleh Sang Pencipta dan peredarannya itu dapat dihitung.

“Kalau kita memahami bahwa bulan dan matahari beredar menurut perhitungan, maka kita bisa memprediksi, mengukur, menentukan dengan pasti, dengan akurat,” terang Oman Fathurrahman.

Oman mengakui bahwa di zaman Nabi Muhammad, penentuan 1 Ramadhan dilakukan dengan metode rukyah atau mengamati hilal.

Baca Juga: Wanita Hamil dan Menyusui, Qadha Puasa atau Bayar Fidyah? Ini Penjelasan Lengkap Ustadz Firanda Andirja

Dalam hadis Nabi Saw juga disebutkan:

Apabila kamu melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya beridulfitrilah! Jika ia terhalang oleh awan di atasmu, maka estimasikanlah!” (HR Muslim).

Namun, katanya, meski hadis ini secara eksplisit membicarakan rukyat, justru memberi tempat bagi penggunaan hisab di kala bulan tertutup awan. Artinya hisab digunakan pada saat ada kemusykilan melakukan rukyat karena faktor alam (bulan tertutup awan).

Di zaman Nabi Muhammad metode rukyat digunakan karena itulah sarana mudah yang tersedia pada zaman itu. Namun ada semangat umum Al-Quran agar menggunakan hisab untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Atas dasar itu, beberapa ulama kontemporer menegaskan bahwa pada pokoknya penetapan awal bulan itu adalah dengan menggunakan hisab.

Perdebatan akurasi

Baca Juga: Jelang Ramadhan 2022, Sering Terjadi Kesalahan Saat Ziarah Kubur, Tanpa Sadar Jadi Dosa, Ustadz Abdul Somad

Sementara itu, dalam rilisnya tanggal 20 Februari 2022, laman muhammadiyah.or.id juga menyebutkan, tidak sedikit ulama yang mengatakan proses penghitungan posisi bulan dan matahari menggunakan hisab tidaklah akurat. Karena dianggap spekulatif belaka, ada semacam probabilitas kesalahan yang cukup besar di dalamnya.

"Salah satu ulama yang menolak hisab sebagai metode penentuan awal bulan kamariah ini ialah Ibnu Taimiyah. Dalam kitab Majmu’ Fatawa, tokoh reformasi Islam pada abad pertengahan ini dengan tegas mengatakan bahwa puasa tidak bisa dimulai kecuali dengan melakukan rukyat terlebih dahulu," jelas Muhammadiyah.

Di masa sekarang, ilmu hisab mencapai tingkat akurasi yang tinggi. Ketinggian bulan, misalnya, dapat diketahui sampai pada ukuran detiknya. Lama rata-rata peredaran bulan mengelilingimMatahari adalah 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik.

Tidak heran bila Yusuf Qaradhawi dalam kitab Kayfa Nata’amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah mengatakan bahwa hisab bersifat qath’i. Justru penggunaan rukyat seringkali tidak akurat karena terhalang oleh cuaca alam, alat optik, dan kemampuan manusia itu sendiri.***

Editor: Sanny Abraham

Sumber: Muhammadiyah.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah