Potensi Tsunami 25 Meter Bisa Terjadi d Pacitan, BMKG minta Kemensos Antisipasi

- 22 Juli 2021, 05:20 WIB
Kepala Badan Meteorologi, Klimatoogi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati (bawah) saat Menteri Sosial Tri Rismaharini memberikan arahan atas kesiapsiagaan bencana secara daring di Jakarta, Rabu 21 Juli 2021.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatoogi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati (bawah) saat Menteri Sosial Tri Rismaharini memberikan arahan atas kesiapsiagaan bencana secara daring di Jakarta, Rabu 21 Juli 2021. /ANTARA/HO-Kemensos RI/

DESKJABAR - Badan Meteorologi Klimatoogi dan Geofisika (BMKG) mengatakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dekat dengan teluk yang bisa mengumpulkan tenaga gelombang tinggi dan relatif dekat dengan letak episentrum gempa, berpotensi terjadi tsunami setinggi 25 – 28 meter.

Sebab itu, BMKG meminta jajaran Kementerian Sosial bisa mengantisipasi skenario terburuk terjadinya gempa dan tsunami di Kabupaten Pacitan yang dalam peta dapat dikatakan menjadi zona merah tersebut. BMKG mengingatkan agar jangan sampai infrastruktur evakuasi tidak kuat menghadapi bencana seperti yang terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat Menteri Sosial Tri Rismaharini memberikan arahan atas kesiapsiagaan bencana secara daring di Jakarta, Rabu 22 Juli 2021, menyatakan ada 10 kajian ilmiah terkait prediksi bencana yang dijabarkan dalam sebuah peta untuk memudahkan memahami dengan tiga warna yakni merah, kuning dan hijau.

Baca Juga: Ada Bom Molotov dalam Aksi Tolak PPKM Darurat di Bandung, 5 Orang Ditangkap

Baca Juga: Akhirnya, Tenaga Kerja Asing {TKA) Kini Tidak Lagi Bisa Masuk Indonesia  

“Misalnya peta daerah Pacitan, Jawa Timur, warna merah menunjukkan gelombang tinggi 10-14 meter, semakin merah semakin tinggi pula gelombang, warna kuning gelombang 2-3 meter, serta warna hijau gelombang setengah meter,” jelas Dwikorita

Menurut dia, pada kasus Kabupaten Pacitan, akses zona merah menuju zona hijau kemungkinan tercepat melalui sungai yang mengalir. Sayangnya jika terjadi tsunami, sungai tersebut menurut Dwikorita berpotensi menambah dampak kerusakan wilayah.

Sehingga, diperlukan jalur yang dapat mengintegrasikan penduduk di zona merah agar dapat mengevakuasi diri ke jalur hijau. Dwikorita meminta agar seluruh jajaran di daerah dapat membangun infrastruktur tahan gempa sebagai jalur evakuasi warga.

Berbicara kasus di Palu, Dwikorita mengatakan infrastruktur evakuasi warga di Palu sebenarnya sudah dipersiapkan sejak 2009-2015 dan semua elemen masyarakat bersiap menghadapi situasi bencana alam, mulai dari Wali kota, Bapeda, Dinas Tata Ruang, pihak sekolah dan pihak-pihak terkait lainnya.

Baca Juga: Anda Sudah Menerima BLT Desa? Kata Menkeu, Telah Disalurkan ke 5,2 Juta Penerima

Namun lantaran tidak kuat menahan guncangan gempa, sehingga infrastruktur seperti jembatan, roboh. Akibatnya, banyak di antara anak-anak dan dewasa yang telah mempelajari cara evakuasi diri menjadi korban, karena tak tahu harus berbuat apa di kala infrastruktur evakuasi rusak parah.

Oleh karenanya, menurut Dwikorita, empat langkah strategis kesiapsiagaan bencana yang dipaparkan Menteri Sosial Tri Rismaharini perlu diterapkan sesegera mungkin.

Empat langkah tersebut adalah mempelajari kearifan lokal penduduk untuk mempermudah evakuasi, menggandeng pihak terkait komunikasi publik di saat putus komunikasi, tidak meremehkan prakiraan BMKG, dan agar jajaran Kementerian Sosial dan Dinas Sosial memahami kebutuhan warga setempat yang riskan terhadap dampak bencana untuk mengurangi korban anak-anak, lansia, hingga penyandang disabilitas.

“Saya setuju dengan apa yang disampaikan oleh Bu Mensos terkait kesiapsiagaan menghadapi bencana yang begitu strategis, serta juga perlu mempersiapkan bangunan yang dirancang tahan guncangan gempa hingga magnitudo 8,7,” kata dia.***

 

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x