NGANTEURAN: Tradisi Lebaran Idul Fitri di Jawa Barat yang Tergerus Waktu dan Tergilas Zaman

- 9 Mei 2021, 09:41 WIB
Dokumentasi tradisi nganteuran setiap menjelang lebaran Idul Fitri yang kini  mulai hilang tergerus waktu tergilas zaman.
Dokumentasi tradisi nganteuran setiap menjelang lebaran Idul Fitri yang kini mulai hilang tergerus waktu tergilas zaman. /Antara/

DESKJABAR – Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, tak terasa Lebaran Idul Fitri 2021 sudah di depan mata. Tentu saja, Hari Kemenangan bagi umat muslim itu selalu disambut dengan suka cita.

Dulu di era orang tua kita masih muda atau di zaman kakek nenek kita masih hidup, setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri ada tradisi di kalangan umat muslim Indonesia yang kental mewarnainya. Di Jawa Barat misalnya --khususnya di daerah pedesaan-- ada kebiasaan suka saling mengantarkan atau mengirim makanan antar tetangga dan kerabat yang disebut “nganteuran”.

Tradisi nganteuran (artinya mengantarkan) dilakukan sehari atau dua hari sebelum hari lebaran tiba. Jenis masakannya macam-macam seputar menu hidangan lebaran. Bisa ketupat, nasi, opor ayam, semur daging sapi, sambal ati, tumis kentang, tumis bihun, hingga tumis cabe hijau, tergantung dari kemampuan orang yang mengirim makanan tersebut.

Baca Juga: Asal Usul dan Filosofi Ketupat Kenapa Jadi Santapan Tradisi Lebaran Idul Fitri

Menu makanannya diantarkan dalam wadah rantang yang disusun bertingkat antara dua hingga empat susun. Masing-masing rantang diisi untuk satu menu makanan. Tapi bisa juga untuk makanan kering seperti tumis kentang, tumis cabe dan sambal ati disimpan dalam satu wadah. Ada juga yang menambahnya dengan cemilan rangginang atau opak.

Di wilayah pelosok pedesaan Jawa Barat dulu –entah sekarang apa masih ada—adalah suatu pemandangan yang lumrah jika menjelang lebaran banyak warga yang berjalan beriringan di pematang sawah sambil menenteng rantang hanya untuk nganteuran makanan ke rumah kerabatnya yang ada di desa sebelah.

Sudah menjadi semacam peraturan tidak tertulis, meski sebenarnya tidak berharap, jika seseorang mengirim makanan ke tetangga atau seseorang pasti dibalas dengan makanan pula. Alhasil wadah rantang yang digunakan untuk nganteuran  tadi, pulangnya akan terisi penuh makanan lagi.

Ada yang unik sekaligus menggelikan jika kebetulan sedang sakit atau malas untuk memasak menu lebaran tapi tidak ingin ketinggalan untuk berbagi dalam tradisi nganteuran ini. Biasanya golongan orang ini menyiasatinya dengan kiriman makanan yang datang dari tetangga si B akan diteruskan lagi untuk tetangga si C. Begitulah seterusnya.

Baca Juga: Heboh Bipang Ambawang,  Roy Suryo: Presiden Hanya Baca Teks, Evaluasi Tim Istana

Keunikan lainnya, di rumah jadi akan ada banyak terhidang makanan. Jenis menunya mungkin sama atau seragam, tapi sumbernya berbeda. Dan tentu saja kita juga bisa mencicipi dan tahu masakan tetangga yang mana yang lebih enak.

Tidak diketahui secara pasti, kapan tradisi nganteuran di kalangan warga Sunda di Jawa Barat itu mulai membudaya. Yang jelas, jika ditelaah hingga ke jantungnya benar, tradisi nganteuran ini mengandung nuansa filosifi yang begitu dalam, begitu mulia. Ada makna silaturahmi, gotong royong, saling membantu, saling mengasihi, dan saling berbagi rejeki antar sesama sehingga semua umat muslim bisa menikmati Hari Kemenangan Lebaran Idul Fitri dengan gembira.

Halaman:

Editor: Zair Mahesa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x