Mobil Listrik, Solusi Bersih atau Ancaman Tersembunyi bagi Lingkungan?

18 Februari 2023, 14:08 WIB
Mobil listrik semakin digemari sebagai alternatif mobil bensin, diesel, namun benarkah solusi yang tepat untuk lingkungan./Europen Environment Agency /

DESKJABAR - Mobil listrik semakin populer sebagai pilihan yang lebih bersih dan ramah lingkungan dibandingkan dengan mobil konvensional berbahan bakar bakar bensin atau diesel.

Namun, apakah mobil listrik benar-benar cara mengatasi yang tepat untuk menjaga keberlanjutan lingkungan, ataukah justru menjadi ancaman tersembunyi?

Sejumlah peneliti dan aktivis lingkungan mengkhawatirkan dampak dari produksi baterai mobil listrik yang membutuhkan logam langka dan berpotensi merusak ekosistem.

Selain itu, penggunaan listrik sebagai sumber energi mobil listrik memerlukan infrastruktur listrik yang memadai, yang bisa berdampak pada lingkungan dan masyarakat setempat.

Baca Juga: Jembatan Ciloseh Terpanjang di Tasikmalaya Terkoneksi ke Tol Getaci: Jadi Magnet Baru Foto Selfie

Namun, pihak pemerintah dalam hal ini berargumen bahwa mobil listrik bukan lagi sekadar pilihan, melainkan keniscayaan untuk menjaga lingkungan Indonesia.

“Berbicara mengenai masalah lingkungan, mobil listrik ini menjadi suatu keniscayaan bagi Indonesia," kata Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi.

Menhub Budi menyatakan dukungannya terhadap Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan.

Pemerintah juga menekankan manfaat mobil listrik dalam mengurangi emisi karbon dan meningkatkan kualitas udara di perkotaan.

Namun, apapun argumennya, satu hal yang pasti, mobil listrik telah menjadi perdebatan yang kontroversial dan menarik perhatian berbagai pihak. Akankah mobil listrik benar-benar menjadi solusi bersih bagi lingkungan, ataukah malah menjadi 'Trojan horse' yang membawa ancaman tersembunyi?

Benarkah mobil listrik bebas emisi?

Dikutip dari situs its.ac.id, penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), memerlukan pertimbangan matang.

Baca Juga: Uu Ruzhanul Ulum Kepedean Sebut Ridwan Kamil Merestui Jadi Cagub Jabar 2024: Padahal...

"Dalam permasalahan seperti ini, kita tidak bisa melihat sesuatu dari satu sisi saja. Kita mesti jeli melihat efek-efek yang akan disebabkan dari penggunaan KBLBB secara masif,"katanya,

Ketika kendaraan listrik menjadi mudah didapatkan, potensi peningkatan permintaan energi listrik terjadi. Hal ini terjadi karena semakin banyak orang yang membeli kendaraan listrik, semakin besar pula kebutuhan akan pengisian daya listrik. Dampak ini bisa menjadi tantangan bagi penyedia listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Produksi baterai yang digunakan oleh kendaraan listrik memerlukan energi yang besar, bukan hanya untuk mengisi dayanya.

Hal ini disebabkan oleh proses produksi baterai yang membutuhkan sumber daya dan energi yang cukup besar, seperti sumber daya fosil yang terbatas dan terus menurun.

Dalam beberapa kasus, proses produksi baterai juga dapat menyebabkan polusi dan dampak lingkungan negatif lainnya. Oleh karena itu, penting untuk terus meningkatkan teknologi baterai dan memperhitungkan dampak lingkungan dalam proses produksinya.

Semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka ketergantungan manusia terhadap energi listrik juga semakin meningkat.

Sayangnya, Indonesia masih bergantung pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai sumber energi listrik yang tidak rendah emisi.

Walaupun begitu, menerapkan mobil listrik secara luas tidak benar-benar negatif. Penggunaan kendaraan listrik akan mengurangi tingkat emisi.

Baca Juga: Tol Getaci Gedebage-Tasikmalaya Jadi Prioritas, BUMN Karya Diperbolehkan Ikut Lelang Ulang

Jadi, hanya pembangkit listrik yang akan menyebabkan polusi, bukan kendaraannya secara langsung. Dampak positif dari hal ini akan terlihat pada tingkat polusi udara di daerah yang padat penduduk, sehingga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.

Limbah baterai di masa depan

Tantangan besar di masa depan adalah bagaimana mengolah limbah baterai mobil listrik dengan efektif dan ramah lingkungan?

Dalam hal potensi sampah yang tercipta, timbul masalah berapa banyak baterai bekas yang akan diproduksi sebagai dampak meningkatnya penggunaan kendaraan bertenaga baterai lithium ini.

Pasalnya, umur pakai baterai terbilang singkat, hanya sekitar 10 hingga 12 tahun. Setelah periode itu, penggantian baterai baru diperlukan agar kendaraan dapat terus digunakan. Keterbatasan masa pakai tersebut kemudian dapat menyebabkan penumpukan limbah yang signifikan di masa depan.***

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Its.ac.id

Tags

Terkini

Terpopuler