Ada Anggapan Bulan Muharram Bulan Sial, Ini Mitos dan Ini Penjelasannya Muharram Bulan Suci

11 Agustus 2021, 07:33 WIB
Ada anggapan Bulan Muharram atau bulan Suro adalah bulan keramat yang dapat membawa kesialan, ini Mitos. /islamweb.net/

 

 

DESKJABAR - Ada yang berangangapan Bulan Muharram atau bulan Suro adalah bulan keramat yang dapat membawa kesialan, sehingga tidak boleh mengadakan pernikahan atau hajatan di Bulan Muharram.

Sudah menjadi ‘keyakinan’ bagi sebagian masyarakat Indonesia –Jawa khususnya– bahwa Bulan Muharram -atau bulan Suro dalam istilah Jawa- adalah bulan keramat.

Pada tanggal-tanggal tertentu mereka menghentikan aktivitas–aktivitas yang bersifat hajatan besar di Bulan Muharram. Menghindari perjalanan jauh, sebab hari itu mereka anggap sebagai hari naas atau sial.

Baca Juga: Amalan di Bulan Muharram Sesuai Sunnah, Diantaranya Puasa Pada 10 Muharram Hari Asyura

Bulan Muharram mereka takuti bagi pasangan yang hendak merencanakan pernikahan. Oleh karenanya mereka sangat menghindarinya dan memilih pernikahan dilaksanakan pada bulan- bulan lain.

Pasalnya, -menurut klaim mereka- pernikahan yang dilangsungkan pada bulan Muharram kerap mendatangkan sial bagi pasangan, seperti perceraian, kematian, tidak harmonis, dililit utang, dsb.

Baca Juga: Jadwal Sholat untuk Wilayah Bandung, Rabu 11 Agustus 2021/ 2 Muharram 1443 H dan Doa Sapujagat

Budaya ini sudah mengakar sebagai warisan nenek moyang kita. Kami tidak tahu secara pasti ini dari mana sumbernya, tetapi mungkin saja sebagai pengaruh asimilasi budaya Hindu dan Islam yang ketika berbaur memunculkan isme baru yaitu paham kejawen.

1. Muharram adalah salah satu dari empat bulan suci dalam Islam.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjelas kan keempat bulan ini,

إنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Sesungguhnya waktu berputar ini sebagaimana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantara dua belas bulan itu, ada empat bulan suci (Syahrul Haram). Tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar; antara Jumadi tsaniah dan Syaban.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga: Jadwal Sholat untuk Wilayah Bekasi, Rabu 11 Agustus 2021/ 2 Muharram 1443 H dan Doa Sapujagat

Mengingat Muharram adalah bulan suci di sisi Allah. Bahkan merupakan bulan terbaik diantara empat bulan suci itu. Ini menunjukkan, Muharram atau suro adalah bulan yang berkah, bukan bulan sial.

2. Muharram adalah bulannya Allah.
Satu-satunya bulan yang Allah nisbat kan kepada diriNya yang maha mulia, adalah bulan Muharram.
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ

“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram” (HR. Muslim 1163).

Baca Juga: Jadwal Sholat untuk Wilayah Cirebon, Rabu 11 Agustus 2021/ 2 Muharram 1443 H dan Doa Sapujagat

Bagaimana mungkin bulan yang disebut Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sebagai bulannya Allah, menjadi waktu yang sial? Tentu ini adalah waktu penuh keberkahan.

3. Tidak boleh mencela waktu.
Menganggap suro atau Muharram sebagai bulan sial, ini adalah bentuk tindakan mencela waktu. Padahal mencela waktu dilarang dalam Islam. Apalagi jika yang dicela adalah bulan yang istimewa, disebut sebagai bulannya Allah.

Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَسُبُّوا الدَّهْرَ؛ فَإِنَّ اللهَ هُوَ الدَّهْرُ

“Janganlah kalian mencela dahr (waktu) karena Allah itu adalah dahr” (HR Muslim, dari Abu Hurairah).

Baca Juga: Jadwal Sholat untuk Wilayah Bogor, Rabu 11 Agustus 2021/ 2 Muharram 1443 H dan Doa Sapujagat

Dilarang mencela waktu, karena seorang yang mencela waktu, dia telah mencela Tuhan yang mengatur waktu, yaitu Allah ‘azza wa jalla. Oleh karenanya dalam hadits yang lain diterang kan. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: يُؤْذِيْنِيْ ابْنُ آدَمَ، يَسُبُّ الدَّهْرَ، وَأَنَا الدَّهْرُ، بِيَدِيَ الْأَمْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

“Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Anak Adam telah menyakiti-Ku; ia mencela dahr (waktu), padahal Aku adalah (pencipta) dahr. Di tangan-Ku segala perkara, Aku memutar malam dan siang” (HR. Bukhori & Muslim, dari Abu Hurairah)

Ibnu Katsir menukil pernyataan Imam Syafi’i & Abu Ubaidah rahimahumullah-, menjelaskan maksud hadits ini,
كانت العرب في جاهليتها إذا أصابهم شدة أو بلاء أو نكبة قالوا : ” يا خيبة الدهر ” فيسندون تلك الأفعال إلى الدهر ويسبونه وإنما فاعلها هو الله تعالى فكأنهم إنما سبوا الله عز وجل لأنه فاعل ذلك في الحقيقة فلهذا نهى عن سب الدهر بهذا الاعتبار لأن الله تعالى هو الدهر الذي يصونه ويسندون إليه تلك الأفعال .
وهذا أحسن ما قيل في تفسيره ، وهو المراد . والله أعلم

Dahulu orang Arab saat masa Jahiliah jika tertimpa musibah mereka berucap,
“Dasar waktu sial..!”

Baca Juga: Tahun Baru Islam 1443 H, Berikut Amalan Muharram 2021, dari Berpuasa hingga Bertobat

Mereka menyandarkan sebab musibah itu kepada waktu, kemudian mencela nya. Padahal yang menciptakan segala kejadian adalah Allah. Maka seakan-akan mereka telah mencela Allah ‘azza wajalla.

Karena pada hakikatnya Allah yang menimpakan kejadian itu. Inilah sisi alasan larangan mencela waktu. Karena Allah lah yang mengatur waktu dan sejatinya mereka telah menyandarkan kesialan musibah itu kepadaNya.

Penjelasan ini adalah penjelasan paling baik untuk makna hadis di ini. (Umdah at Tafsir Ibnu Katsir, 3/295-296). Paparan ini juga menunjukkan bahwa, mitos menganggap waktu sial adalah budaya jahiliah.

Baca Juga: Tahun Baru Islam 1 Muharram, di Bandung Ada Pihak Nyaris Melenyapkan Berdalih Nasionalisme Indonesia

4. Menganggap waktu sebagai sumber sial adalah budaya kaum Jahiliyah.
Orang Jahiliyah dahulu juga punya mitos yang sama, yang berbeda hanya bulannya. Mereka meyakini menikah di bulan Syawal, dapat mengundang kesialan.

Mitos ini kemudian ditepis oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dengan menikahi Aisyah di bulan Syawal.
تزوجني رسول الله صلى الله عليه و سلم في شوال وبنى بي في شوال فأي نساء رسول الله صلى الله عليه و سلم كان أحظى عنده منى ؟ قال وكانت عائشة تستحب أن تدخل نساءها في شوال

“Rasulullah shallallahu‘ alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan mengadakan malam pertama denganku di bulan Syawal. Manakah istri beliau yang lebih mendapatkan perhatian beliau selain aku?”

Salah seorang perawi mengatakan, “Aisyah menyukai jika suami melakukan malam pertama di bulan Syawal.” (HR. Muslim, An-Nasa’i, dan yang lain).

Sehingga menganggap Suro sebagai bulan sial, adalah perbuatan tasyabbuh (menyerupai) dengan kaum Jahiliah.

Ada sebuah keteladanan Nabi dari kisah yang diceritakan Ibunda Aisyah di atas. Bahwa dianjurkan untuk bersikap menyelisihi mitos anggapan sial. Agar keyakinan khurofat seperti ini, hilang dari masyarakat.

5. Termasuk perbuatan Thiyaroh.
Dalam kajian masalah aqidah, berkeyakinan sial karena melihat peristiwa tertentu atau terhadap hari tertentu disebut thiyarah atau tathayur.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut perbuatan ini sebagai kesyirikan, sebagaimana disebutkan dalam hadis dari sahabat Ibn Mas'ud radhiyallahu‘ anhu, Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، ثَلَاثًا

“Thiyarah itu syirik…, Thiyarah itu syirik…, (diulang 3 kali)”
(HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, dan yang lainnya. Syuaib Al-Arnauth mengatakan, Sanadnya shahih). *Ustadz Ahmad Anshori (Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta).***

Editor: Ferry Indra Permana

Tags

Terkini

Terpopuler