Pembantaian Novye Aldi, Chechnya, Catatan Kelam Hak Asasi Manusia

5 Februari 2021, 06:50 WIB
Ilustrasi bendera Rusia /pixabay/

 

DESKJABAR – Setidaknya 60 warga tewas akibat korban pembantaian Novye Aldi di pinggiran kota Grozny, Chechnya, yang dilakukan sekelompok pasukan Rusia dan tentara bayaran. Mereka melakukan pembunuhan, pembakaran, pemerkosaan, serta penjarahan.

Bahkan, setelah melakukan pembantaian tersebut, pasukan kembali ke Noyve Aldi, Grozny, untuk menjarah dan mengancam penduduk dengan pembalasan jika mereka berbicara tentang apa yang mereka saksikan dalam pembataian Novye Aldi.

Peristiwa biada yang memicu berbagai tanggapan dari kelompok hak asasi manusia internasional tersebut, terjadi pada 5 Februari 2000.

Baca Juga: Info Covid-19 Dunia, Temuan Tiga Varian Baru di 20 Negara di Amerika, Ini Permintaan PAHO

Dari laporan Human Right Watch, penyerangan tersebut dinilai sangat biadab. Para korban termasuk seorang wanita berumur delapan puluh dua tahun, dan seorang anak laki-laki berumur satu tahun dengan ibunya yang berumur dua puluh sembilan tahun, yang sedang hamil delapan bulan.

Laporan setebal 46 halaman itu mengkritik kegagalan pihak berwenang Rusia untuk melakukan penyelidikan yang kredibel atas pembantaian tersebut dan memberikan perlindungan yang memadai bagi para saksi.

Pihak berwenang Rusia sendiri mengakui bahwa unit polisi anti huru hara khusus (dalam bahasa Rusia, OMON) yang menyerang Novye Aldi, berasal dari kota St.Peterrsburg.

Baca Juga: PT Liga Indonesia Baru Berharap, Izin Melaksanakan Kompetisi Bisa Segera Keluar

Kejaksaan militer menyerahkan kasus ini kepada kejaksaan sipil Grozny, menyatakan bahwa unit OMON tidak berada di bawah pengawasannya.

Laporan Human Right Wacth menyebutkan, kelompok penyerang kemungkinan berjumlah lebih dari seratus orang bersama. Mereka datang dengan dilengkapi  pengangkut personel lapis baja BTR , truk Ural, dan UAZ minibus.

Mereka banyak yang mabuk, berjanggut dan dengan kepala gundul. Mereka mengenakan berbagai seragam kamuflase hijau militer atau abu-abu polisi dengan topeng balaclava dan kerudung.

Baca Juga: Generasi Milenial Harus Bayar Bunga Hutang Pemerintah Indonesia

Setelah memasuki pemukiman, mereka memeriksa identitas penduduk desa, dan mulai memukuli. Mereka secara acak menembak warga sipil di rumah dan di jalan-jalan.

Sebagian besar kekerasan mematikan terjadi di sepanjang Jalan Matasha-Mazaeva, di mana sedikitnya 24 orang tewas

Salah seorang korban pembunuhan adalah Sultan Timirov yang berusia 50 tahun. Tubuhnya ditemukan dipenggal dan dimutilasi menjadi beberapa bagian oleh beberapa luka tembak dan luka lainnya.

Korban lainnya adalah seorang bayi laki-laki, Khassan Estamirov yang berusia satu tahun, ditembak dengan setidaknya dua peluru di kepala dan kemudian dibakar.

Baca Juga: IMF Meluncurkan Metode Baru untuk Melestarikan Hutang Banyak Negara

Kelompok bersejnata ini juga melakukan penjarahan dan mencuri perhiasan dan gigi emas dari mayat. Banyak warga sipil juga dipukuli dan diancam akan dibunuh saat dirampok. Setidaknya enam wanita dilaporkan diperkosa beramai-ramai.

Terlepas dari banyaknya bukti dan banyaknya pertanyaan dari jurnalis asing dan organisasi hak asasi manusia, tidak ada penyelidikan resmi atas kejahatan tersebut yang pernah diselesaikan.

Selama beberapa tahun tidak ada yang didakwa sehubungan dengan insiden tersebut.

Pada tahun 2004, Gazotan Murdash, mengaku bertanggung jawab atas pemboman Metro Moskow pada Februari 2004 yang menewaskan 40 orang pada ulang tahun keempat pembantaian Novye Aldi.***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Berbagai sumber

Tags

Terkini

Terpopuler