Menteri BUMN Erick Thohir Paparkan Alasan Pemilihan Merk Vaksin Covid-19. Inilah Alasannya

24 November 2020, 22:29 WIB
Ilustrasi, vaksin Covid-19. /Pixabay/Fotoblend/

 

DESKJABAR - Menteri BUMN Erick Thohir yang juga Wakil Ketua IV dan Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) menegaskan bahwa pemerintah dalam memilih produsen vaksin sesuai dengan kriteria dan kuantitas yang diperlukan.

Ini yang menjadi alasan mengapa Pemerintah Indonesia tidak akan membeli vaksin dari produsen vaksin Pfizer atau Moderna, karena syarat penyimpanan dan distribusi dingin (cold chain) vaksin yang berbeda.

Seperti diketahui, harga vaksin yang ditawarkan berbagai perusahaan pembuat vaksin Covid-19 berbeda-beda. Perusahaan farmasi asal China, Sinovac menjual harga vaksin Sinovac seharga 200 yuan atau setara sekitar Rp 420.000.

Baca Juga: Lewis Hamilton Akan Mendapatkan Gelar Bangsawan Dari Ratu Elizabeth II

Sedangkan vaksin Moderna berada pada kisaran 25 hingga 37 dolar AS atau setara Rp 354.125 hingga Rp 524.105 per dosisnya. Lalu vaksin Pfizer harganya sekitar 19,50 dolar AS.

Sementara itu kesepakatan vaksin produk vaksin AstraZeneca dengan Uni Eropa dengan harga pada kisaran 3 dolar hingga 4 dolar AS. Sedangkan vaksin Johnson&Johnson yang dikembangkan Sanofi dan GSK harganya di kisaran 10 dolar AS.

Dikutip dari kantor berita Antara, Erick Thohir memaparkan bahwa penentuan merk atau jenis vaksin Covid-19 berada di tangan Kementerian Kesehatan berdasarkan daftar yang ada di WHO dan telah melalui uji klinis 1 dan 2 tang datanya tersedia.

Baca Juga: Astaga, Emil Ikut Keroyok Pengendara Motor Ber Knalpot Bising Hingga Tewas

"Dan nanti ketika dipergunakan itu, BPOM yang keluarkan izin. Tentu sebagai catatan tambahan, vaksin yang akan dibeli pemerintah juga vaksin yang cold chain atau distribusinya friendly dengan distribusi kita, yaitu -2 sampai -8 derajat celcius," katanya, dalam webinar Kesiapan Infrastruktur Data Vaksinasi Covid-19, Selasa, 24 November 2020.

Ada pun pengadaan vaksin baik dari vaksin Sinovac, vaksin Novavax, maupun vaksin AstraZeneca, disebutnya telah memenuhi persyaratan tersebut. Sementara itu, Erick menuturkan vaksin Pfizer membutuhkan suhu -75 derajat celcius, sementara vaksin Moderna membutuhkan suhu -20 derajat celcius dalam rantai distribusinya.

"Kalau kita harus membongkar sistem distribusi kita jadi -20 derajat, ini akan menghambat distribusi yang biasa kita lakukan. Kalau persiapan ini tiga tahun lagi, beda, tapi ini persiapan yang harus dilakukan dan sistem distribusi kita sudah berjalan baik selama ini dengan -2 sampai -8 derajat celcius," katanya.

Baca Juga: Banyak Artis Kini Terjuni Bisnis Komoditas Agro

Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan, dengan alasan itulah pemerintah memilih produsen vaksin yang telah diputuskan dalam pengadaan untuk vaksinasi Covid-19.

"Kenapa Pfizer dan Moderna belum bisa, karena distribusi dingin-75 dan -20 derajat celcius. Untuk negara seperti Amerika pun mereka akan ada transisi," imbuhnya.

Oleh karena itu, Erick meminta publik tidak menilai pemerintah membeli merk vaksin tertentu karena alasan bisnis semata. Ia menegaskan pemerintah memilih produsen vaksin sesuai dengan kriteria dan kuantitas yang diperlukan.

Baca Juga: Kubu Bhayangkara FC Meminta Maaf dan Akan Membina Mental Serdy Ephy Fanio Agar Lebih Baik

Ia juga mengatakan kebutuhan vaksin Covid-19 di seluruh dunia mencapai 16 miliar dosis, namun hingga saat ini produksinya baru mencapai 4 miliar dosis.

"Karena itu kenapa pemerintah agresif sejak awal. Kita mau pastikan vaksin yang kita miliki dan vaksin merah putih disiapkan untuk jangka panjangnya tetapi juga yang sesuai dengan distribusi kita dan sesuai standard WHO yang sudah ada uji klinis 1-2 dan BPOM menerbitkan sesuai data-data yang ada," katanya.***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: FInancial Times Reuters Antara

Tags

Terkini

Terpopuler