"Karakteristik anatomis yang unik tersebut meningkatkan kapasitas lentur dan tekuk buluh bambu karena peningkatan momen inersia penampang. Orientasi lapisan dinding sel dan komposisinya berkontribusi terhadap kekakuan dan ketahanan tekuk batang bambu," jelasnya.
Selain itu, menurut Prof Naresworo, kerapatan bambu (density) terdiri atas kerapatan dinding (wall), kerapatan buluh (culm), dan massa linier (linear mass). Kapasitas bambu ditentukan oleh diameter, ketebalan, kepadatan, dan massa linier bambu dari batang bambu.
"Buluh bambu merupakan elemen fundamental dalam banyak aplikasi struktur, sehingga tingkat kekuatan menjadi parameter penting untuk mengurangi variabilitas pada setiap material," ujarnya.
Selanjutnya Prof Naresworo menjelaskan, dalam kriteria pemilahan dan penyortiran bambu, sifat mekanis dan sifat lentur dianggap penting. Kapasitas menahan momen maksimum (Mmaks) bambu bulat dapat diperkirakan dengan menggunakan kombinasi massa linier dan diameter (qD) dan dari kuadrat diameter (D2) sebagai prediktor penunjuk.
Sementara itu, kekakuan lentur (EI) dapat diperkirakan dengan menggunakan kombinasi massa linier dan kuadrat diameter (qD2) atau kubik diameter (D3) sebagai prediktor penunjuknya. Mesin Pemilah Panter yang dikembangkan mampu mengukur modulus elastisitas (EP) dan kekakuan lentur (EIP) dari batang bambu secara non-destruktif.
"Parameter yang mempengaruhi kinerja material bambu diatasi melalui penggunaan nilai karakteristik kekuatan dan kekakuan yang ditentukan secara eksperimental," ucapnya.
Kemudian setelah dimodifikasi, data sifat mekanik dihitung menjadi tegangan ijin desain, yang dapat digunakan untuk tujuan desain. Dalam proses pemilahan masinal, kekuatan lentur maupun tekan merupakan properti penentu kelas dan kemudian digunakan untuk mengklasifikasikan material ke dalam “kelas kekuatan.”
Inovasi Teknologi Produk Bambu Rekayasa