- Data dan informasin potensi dan sebaran bambu belum tersedia lengkap,
- Persepsi nilai penting dan nilai tambah bambu masih rendah,
- Kurangnya insentif dan dukungan dalam menanam bambu,
- Rantai nilai produk bambu yang masih lemah, dan kelembagaan ekonomi dan industri yang belum terbangun,
- Aplikasi teknologi dan inovasi pengolahan produk yang terbatas,
- Kebijakan dan program hulu–hilir dalam pengembangan bambu belum terintegrasi.
Selanjutnya kata Prof Naresworo upaya dan sinergi bersama para pihak dalam penelitian, pengembangan teknologi, regulasi, dan peningkatan keterampilan sangat diperlukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan buluh dan produk bambu rekayasa, selain itu sosialisasi dan promosi pemanfaatan bambu sebagai material konstruksi perlu terus ditingkatkan.
"Manajemen pengelolaan hutan/tanaman bambu yang lestari merupakan strategi penting untuk mengatasi isu-isu lingkungan seperti perubahan iklim dan pemanasan global, sekaligus menjadi peluang untuk meningkatkan peran bambu sebagai sumberdaya ramah lingkungan, terbarukan, dan lestari,"pungkasnya.***