Heboh 33 Kampus Terlibat TPPO Magang ke Jerman, Kemendikbudristek Bakal Beri Sanksi

- 28 Maret 2024, 05:00 WIB
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Abdul Haris dalam Konferensi Pers Pengumuman Hasil Seleksi Jalur SNBP 2024 di Gedung D Kemendikbudristek, Jakarta, Selasa 26 Maret 2024.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Abdul Haris dalam Konferensi Pers Pengumuman Hasil Seleksi Jalur SNBP 2024 di Gedung D Kemendikbudristek, Jakarta, Selasa 26 Maret 2024. /ANTARA/Astrid Faidlatul Habibah/

DESKJABAR - Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Abdul Haris mengatakan, pihaknya sedang merumuskan kemungkinan pemberian sanksi terhadap 33 perguruan tinggi yang terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus program magang untuk mahasiswa ke Jerman atau ferien job.

“Kami sedang melakukan kajian ini (sanksi). Ini kami terus melakukan koordinasi dengan Kabareskrim, juga difasilitasi Kantor Staf Presiden (KSP),” kata Abdul Haris, di Jakarta, Rabu 27 Maret 2024.

Abdul Haris menegaskan program ferien job sendiri tidak memenuhi kriteria yang dapat dikategorikan dalam kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan telah diperjelas sejak 27 Oktober 2023 melalui Surat Edaran Dirjen Diktiristek.

Baca Juga: Ada Guru Besar Terlibat TPPO Magang ke Jerman, Rektor Universitas Jambi Angkat Bicara

Baca Juga: 3.546 Calon Mahasiswa Baru Diterima IPB University Bogor, Melalui Jalur SNBP 2024, Simak Info Selengkapnya

Hal itu jelas Abdul Haris, lantaran MBKM merupakan upaya Kemendikbudristek dalam menyediakan ruang kepada mahasiswa untuk belajar di luar kelas yang mampu memberikan pembekalan skill dan peningkatan kompetensi.

Pembekalan skill dan peningkatan kompetensi tersebut akan bermanfaat bagi para calon lulusan sarjana untuk siap bekerja, terutama membantu mereka menyelesaikan permasalahan yang ada di dunia industri, dunia usaha, dan masyarakat.

“Jadi di situ jelas kata kuncinya, harus ada muatan pembelajaran dan peningkatan kompetensi,” kata Abdul.

Di sisi lain, kata dia, tidak ditemukan adanya muatan pembelajaran dan peningkatan kompetensi mahasiswa dalam program ferien job sehingga Kemendikbudristek pada Oktober lalu telah menegaskan kegiatan ini bertentangan dengan nilai-nilai atau kriteria MBKM.

Meski demikian Abdul Haris mengatakan peristiwa TPPO berkedok magang akan menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah untuk mampu meningkatkan pengawasan terhadap program yang berjalan di perguruan tinggi.

“Kami menganggap ini sebagai lesson learned bagi kementerian untuk bisa memperketat dari pengawasan dan kontrol dari kegiatan. Saya sangat berharap agar celah ini bisa kita tutup dan tidak dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” katanya.

Baca Juga: Menaker Apresiasi Penyedia Layanan Aplikasi Berikan Insentif Bagi Mitra Kerja

Awal kasus terungkap

Di tempat dan waktu berbeda, Direktur Tipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro di Jakarta, mengatakan pengungkapan kasus ini berawal dari laporan KBRI di Jerman.

KBRI Jerman mengatakan kedatangan 4 mahasiswa yang mengaku menjadi korban TPPO dengan modus program magang untuk mahasiswa ke Jerman atau ferien job.

"Para mahasiswa dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi," kata Djuhandhani.

Terkait kronologi kasus ini, Djuhandhani menjelaskan, dari keterangan keempat mahasiswa yang mengikuti program ferien job di Jerman, dilakukan pendalaman.

"Hasil yang didapatkan dari KBRI bahwa program ini dijalankan oleh 33 universitas yang ada di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa yang terbagi di tiga agen tenaga kerja di Jerman," ungkapnya.

Dari hasil penyidikan terungkap juga beberapa fakta, yakni mahasiswa awal mula mendapat sosialisasi program magang ke Jerman dari CV GEN dan PT SHB.

Pada saat pendaftaran, mahasiswa dibebankan membayar uang pendaftaran Rp150 ribu ke rekening atas nama CV GEN dan juga membayar sebesar 150 Euro (sekitar 250 ribu lebih) untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.

Baca Juga: Menaker Ida Fauziyah: Program Pemagangan Tenaga Kerja Indonesia ke Jepang Untungkan Kedua Negara

"Karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," ujarnya.

Setelah LOA tersebut terbit, para mahasiswa yang menjadi korban diminta membayar sebesar 200 Euro (sekitar Rp3,5 juta) kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama 1-2 bulan.

Fakta lainnya ungkap Djuhandhani, para mahasiswa dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta- Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.

Tidak hanya sampai di situ, para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.

"Surat dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa," kata Djuhandhani.***

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah