Sengketa Pilpres 2024: Kubu 01 dan 03 Tambah Alat Bukti, KPU Sebut Tak Sesuai Fakta

16 April 2024, 06:00 WIB
Arsip foto - Suasana berlangsungnya sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu 3 April 2024 lalu. /ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/

 

DESKJABAR - Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan kesempatan bagi seluruh pihak, baik pemohon (pasangan calon nomor urut 1 dan 3), termohon (KPU), pihak terkait (pasangan calon nomor urut 2) ataupun pemberi keterangan (Bawaslu) untuk menyerahkan tambahan alat bukti dan kesimpulan, terkait sengketa Pilpres 2024.

Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh kubu 01 pasangan calon Anies-Muhaimin dan kubu 03 pasangan Ganjar-Mahfud dengan memberikan tambahan alat bukti dan kesimpulan kepada MK.

Namun anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik menilai adanya penambahan alat bukti dari kedua kubu itu tidak sesuai dengan fakta proses pemungutan, penghitungan hingga rekapitulasi hasil perolehan suara peserta Pilpres 2024.

"Tambahan alat bukti bertujuan membuktikan bahwa apa yang dimohonkan oleh para pemohon tidak sesuai dengan fakta proses pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi hasil perolehan suara peserta pilpres," ujar Idham dikutip dari Antara, Senin 15 April 2024.

Baca Juga: Bulan Kesadaran Stres: Kaspersky Bagikan 5 Kiat Hindari Stres Akibat Penggunaan Media Sosial

Baca Juga: Ini Cara Kelola Stres dan Cek Kesehatan Setelah Mudik Lebaran Kata dr Ngabila

Selain itu, sambung Idham, penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024 sudah sesuai dengan aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dengan tambahan alat bukti tersebut, KPU menegaskan permohonannya agar Majelis Hakim MK dapat menolak permohonan para pemohon.

Idham pun yakin MK akan memutuskan permohonan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pilpres 2024 sesuai dengan kerangka hukum.

"Saya sangat yakin MK akan memutuskan kedua permohonan PHPU pilpres tersebut dalam kerangka hukum yang terdapat dalam Pasal 473 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017," katanya.

Adapun Pasal 473 dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi:

(1) Perselisihan hasil pemilu meliputi perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional.

(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu.

(3) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden.

Baca Juga: Lebaran Telah Usai Saatnya Kembali ke Makanan Sehat, Ini Saran Dokter Spesialis Gizi Unhas

Mahkamah Konstitusi membuka tahapan penyampaian kesimpulan dalam bagian penanganan perkara PHPU Pilpres 2024 setelah berakhirnya tahapan persidangan perkara tersebut.

"Kami, majelis hakim, bersepakat sekiranya ada hal-hal yang masih mau diserahkan meskipun ini persidangan terakhir, bisa diakomodasi melalui kesimpulan," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo di akhir sidang lanjutan perkara PHPU Pilpres 2024, Jumat (5/4).

Suhartoyo mengatakan bahwa tahapan penyampaian kesimpulan dalam persidangan PHPU Pilpres 2024 sebelumnya tidak wajib. Namun, pada perkara PHPU Pilpres 2024, ada banyak dinamika yang berbeda dari sebelumnya sehingga MK mengakomodasi penyampaian hal-hal yang bersifat krusial dan penyerahan berkas yang masih tertinggal melalui tahapan tersebut.***

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Antara

Terkini

Terpopuler