Semula kawasan itu belum ada jembatan, hanya aliran sungai Ciliwung saja, namun ahli planolog atau arsitek Hindia Belanda yang bernama Herman Thomas Karsten, pertama kali membangun jembatan tersebut.
Awal Dibangunnya Jembatan Otista
Pada tahun 1920 merupakan awal perencanaan Herman Thomas Karsten mengubah kawasan sepi saat itu menjadi kawasan ramai dikunjungi banyak orang. Selain membangun Jembatan Otista juga dibangun jembatan Sempur, tujuannya untuk menyatukan kawasan timur dan kawasan kota.
Kolong Jembatan Otista Jadi Cagar Budaya
Jembatan ini semula bernama Treug Weg, seiring perkembangan zaman jembatan ini sudah mengalami beberapa kali revitalisasi dan namanya berubah menjadi Jembatan Otista (sesuai dengan singkatan nama jalan, yakni Jl Otto Iskandardinata).
Dalam revitalisasi Jembatan Otista tetap mempertahankan bentuk asli dari kolong jembatan tersebut, karena memiliki nilai sejarah yang panjang dan dinobatlan sebagai cagar budaya di Kota Bogor.
Bentuk rangka bangunan jembatan tersebut berbentuk melengkung setengah lingkaran di atasnya terdapat tiang–tiang yang menjadi penopang badan jembatan, sehingga memiliki nilai seni yang artistik.
Dalam revitalisasi (Pembangunan ulang Jembatan Otista) semula jembatan itu memiliki panjang hanya 36 meter lebar 9 meter, setelah dirivitalisasi kini memiliki panjang 50 meter dan lebar 17 meter, dengan tetap mempertahankan rangka bangunan lama yang sudah menjadi cagar budaya.
Baca Juga: Kasus Subang, Pra Peradilan Mimin, Arigi, dan Abi Ditolak, Begini Tanggapan Kuasa Hukum
Kolom Jembatan Otista Jadi Obyek Wisata
Kepala PUPR Kota Bogor, Rena Da Frina mengatakan, kolong jembatan yang lama yang memiliki nilai sejarah tersebut, tetap dilestarikan, tidak membebani dan tidak dibebani jembatan yang baru, berdiri sendiri sebagai hiasan.
Namun demikian posisi rangka jembatan lama yang melengkung setengah lingkaran, dipadukan dengan jembatan yang baru, menjadi sebuah destinasi wisata di bawah kolong jembatan.