Desa-desa yang akan terlewati tol Getaci, yakni Sukalaksana (9,2 Ha), Sukamukti (21, 18 Ha), Pamekarsari (16,27 Ha), dan Sukaratu (7,91 Ha).
Siapa Eyang Jibja Manggala?
Rudi Sirojudin Abas, seorang peneliti makam keramat kelahiran Garut dalam tulisannya yang dimuat di laman jabar.nu.or.id mengatakan bahwa Eyang Jibja Manggala dipercaya oleh masyarakat sebagai penyebar agama Islam pertama di wilayah itu.
Makamnya kemudian oleh masyakarat sekitar diangap sebagai makam keramat. Dalam pandangan masyarakat Sunda lampau (primordial), situs atau cagar budaya sama halnya dengan kabuyutan, tapak mandala (masa Hindu-Budha-Sunda) atau makam keramat (setelah masa Islam).
Sementara itu dari sumber lainnya menyebutkan bahwa Eyang Jibja Manggala atau yang juga disebut Embah Paledang, adalah adik dari Dalem Ardi Manggala, yang ikut membangun situ Sukarame, yang kemudian menjadi cikal bakat terbentuknya Desa Sukarame.
Embah Paledang atau Eyang Jibja Manggala sendiri dikenal yang memindahkan Negara Dayeuh Luhur dan diganti namanya menjadi Sumedang.
Di depan makam terdapat Situ Sukarame dan untuk mencapai makam tersebut, harus menaiki tangga bebatuan mirip punden berundak.
Dalam pandangan masyarakat Sunda lampau (primordial), situs atau cagar budaya sama halnya dengan kabuyutan, tapak mandala (masa Hindu-Budha-Sunda) atau makam keramat (setelah masa Islam).
Baca Juga: INI Alasan Tol Getaci Harus Menggunakan Teknologi Canggih Bantalan Karet Menurut PVMBG
Yakni semacam tempat sakral (suci) sejenis hutan larangan yang tidak sembarang orang dapat memasukinya kecuali ada izin dari penjaganya (kuncen) sehingga tabu untuk melakukan hal-hal di luar etika norma dan agama.
Polemik Makam Jibja Manggala
Jika memang makam keramat Eyang Jibja Manggala sebagai kawasan cagar budaya, mengapa harus digusur karena akan dilintasi pembangunan tol Getaci seksi 1?