Menurut Rudi Sirojudin Abas, polemik terjadi setelah adanya kepastian makam Eyang Jibja Manggala sebagai kawasan yang terdampak oleh pembangunan jalan tol Getaci dan setelah adanya keputusan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).
Balai Pelestarian Cagar Budaya menilai bahwa makam tersebut tidak memenuhi syarat sebagai bagian dari situs atau cagar budaya yang dilindungi meskipun sudah terdaftar dalam pengajuan sebagai situs sejak tahun 2008.
Salah satu indikator penyebabnya adalah soal sejarah makam Eyang Jibja Manggala yang belum jelas dan belum ditemukannya data valid terkait dengan nilai-nilai budayanya.
Baca Juga: PEMBEBASAN Lahan Tol Getaci, Wagub Pernah Mengingatkan Warga Jangan seperti di Leuwikeris Manonjaya
Rudi Sirojudin Abas meyakini, keterlambatan pihak BPCB dalam memverifikasi data di lapangan sejak tahun 2008 hingga saat ini, sebagai salah satu sebab belum terdaftarnya makam Eyang Jibja Manggala sebagai situs dan cagar budaya.
Dia pun menyebutkan bahwa tidak adanya tim pengajuan dari pengelola makam pun menjadi sebab makam tersebut belum tercatat sebagai situs atau benda cagar budaya di BPCB.
Hal di atas sebagaimana diungkap Akoh, penjaga (kuncen) makam Eyang Jibja Manggala, bahwa pengajuan makam yang telah diajukannya sejak tahun 2008 tidak melalui tim (dilakukan secara mandiri) dan baru saat ini pula pihak BPCB meninjau ke lapangan.
“Itu pun setelah ada informasi rencana pembangunan jalan tol Getaci, sementara sebelumnya mereka tidak pernah meninjau lokasi makam,” ujarnya. ***