Ada beberapa alasan menurut Anjas, yang membuat hati kecilnya sanksi dengan keterangan polisi tidak terjadi kekerasan seksual.
Alasan pertama adalah jasad Amel ditemukan telanjang dan korban masih muda dan cantik. Menurut Anjas, kekerasan seksual yang dimaksud bukan soal semata pertemuan dua alat kelamin, tetapi kekerasan seksual itu banyak bentuknya.
Menurut Anjas, bisa saja yang melakukan kekerasan seksual terhadap Amel dilakukan oleh orang yang membantu di kasus pembunuh ibu dan anak di Subang. Peluang terjadinya aksi itu bisa saja terjadi pada saat orang tersebut membersihkan jasad Amel, untuk menghilangkan atau membersihkan jejak-jejak.
Alasan lainnya adalah, setelah hasil otopsi pertama polisi mau terbuka merilis ke media, seperti menyebutkan soal waktu kematian bahwa Amel meninggal sekitar jam 5 pagi dan kematian pertama terjadi 5 jam sebelumnya.
Baca Juga: Wakil Bupati Bandung, Sahrul Gunawan Memungut Sampah di Tempat Pembuangan Pasar Banjaran, Ada Apa?
Namun setelah Mabes Polri menurunkan pakar forensik dipimpin dr. Sumy Hastry yang melakukan otopsi kedua pada 2 Oktober 2021, setelah itu Polres Subang jadi tidak terbuka ke media massa.
Meski kemudian dr. Sumy Hastry saat tampil di dialog dengan ahli kriminolog UI Adrianus Meliala, menyatakan bahwa dari hasil otopsi kedua ada dua hal berbeda dari hasil otopsi pertama.
Dua hal tersebut adalah ada koreksi waktu kematian korban dan ada penambahan terhadap hasil otopsi pertama.
Anjas menduga soal penambahan terhadap hasil otopsi kedua adalah salah satunya soal ditemukan jejak adanya kekerasan seksual yang dialami Amel.