Pada zaman dahulu, di kawasan kereta api Bandung Gudang Ciroyom juga terdapat gudang kopi yang tersambung rel menjorok ke arah selatan, tempat pemotongan kayu, ada pula pabrik teh Bandoengsche Thee Fabriek milik Tan Djin Gie dan Tan Kok Swie, gudang penyimpanan beton, serta dua jalur rel ke arah utara tersambung ke pabrik karet NV Fateru (kini Inkaba PT Agronesia).
Informasi dari PT Kereta Api Indonesia (persero), pengelolaan kereta api di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, sejak kedatangan kembali Belanda melalui NICA akhir tahun 1945 terbagi dua. Yang berpusat di Bandung, kembali dikuasai Belanda, bernama Staatsspoorwegen.
Beberapa watu lalu, DeskJabar sempat mengobrol dengan salah seorang pensiunan kereta api asal Padalarang, Aki Rahmat, saat itu usianya 84 tahun.
Aki Rahmat menyebutkan, semasa zaman Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, dirinya sudah bekerja di Staatspoorwegen (SS) Bandung sekitar tahun 1946 saat umurnya 15 tahun.
Baca Juga: Indonesia Sudah Lama Ketergantungan Impor Pangan, Ini Penyebab dan Awalnya. SEJARAH JAWA BARAT
Ia mengenang, pada sampai tahun 1949, kawasan kereta api Bandung, termasuk di Ciroyom, aktivitas kereta api umumnya terhenti karena perang.
Disebutkan, kawasan kereta api Gudang Bandung Ciroyom juga diduduki pasukan Belanda, tetapi tak terjadi pertempuran dengan pihak Indonesia. Hubungan para tentara Belanda terasa baik-baik saja dengan warga sipil pribumi, karena hanya berkonflik dengan tentara Indonesia.
Seingat dia, pada masa-masa itu pergerakan kereta api di Bandung baik berasal dari Stasiun Bandung maupun Gudang Ciroyom ke timur hanya sampai Kiaracondong dan ke barat hanya sampai Cimindi.
“Selewat itu, kalau ada rangkaian kereta api SS mencoba bergerak, langsung ditembaki oleh tentara Indonesia, karena disangka berisi tentara Belanda,” kenang Aki Rahmat, sambil menunjukkan kartu pensiunan pegawai kereta api, dengan tahun kelahiran 1931.