Sekitar 100 Desa di Jabar Lenyap secara Fisik, Menghilang dari Peradaban, Terhapus dari Peta: Ini Penyebabnya

14 Agustus 2023, 05:30 WIB
Waduk atau Bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Sebagai kosekuensi dari pembangunan bendungan semacam ini, sekitar 100 Desa di Jabar menghilang dari peradaban dan terhapus dari peta bumi dan kini hanya tinggal kenangan cerita masa lalu. /Antara/Adeng Bustomi/


DESKJABAR - Bagai cerita Benua Atlantis yang kita dengar dari mulut ke mulut, sejak zaman Orla hingga saat ini, di Jawa Barat (Jabar) ternyata terdapat sekitar 100 desa yang lenyap secara fisik, menghilang dari peradaban dan terhapus dari peta bumi.

Menyusul akan menjadi cerita di masa lalu, sejumlah desa di perbatasan Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya Jabar, di akhir tahun 2023 ini juga akan mengalami hal yang sama lenyap secara fisik dari kehidupan nyata.

Puluhan desa di Jabar yang lenyap secara fisik, menghilang dari peradaban dan terhapus dari peta bumi itu bukan diakibatkan oleh bencana alam. Tapi, sebagai konsekuensi dari pembangunan yang lebih diperlukan oleh lebih banyak orang.

Baca Juga: Sejumlah Desa di Jabar Akan Lenyap Akhir 2023: 2 Kabupaten Ini Harus Mengubah Peta Wilayahnya

Baca Juga: Ridwan Kamil Diusulkan Relawan Ganjar Jadi Cawapres: Positif Tak Akan Maju di Pilgub Jabar 2024?

Ya, puluhan desa di Jabar itu lenyap karena terendam oleh jutaan meter kubik air bendungan sehingga tempat tinggal mereka tak bisa dihuni lagi.

Desa di daerah mana saja yang  lenyap secara fisik, menghilang dari peradaban dan terhapus dari peta bumi itu? Dihimpun DeskJabar.com dari berbagai sumber, berikut daftarnya:

1. Jatiluhur

Bendungan Jatiluhur merupakan bendungan terbesar di Indonesia, membendung aliran Sungai Citarum di Kecamatan Jatiluhur – Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jabar. Bendungan ini mulai dibangun tahun 1957 dan beroperasi tahun 1967.

Dikutip dari laman purwakartakab.go.id, Bendungan Jatiluhur menenggelamkan sebanyak 15 Desa. Lalu penduduknya yang berjumlah sekitar 5.000 orang harus dipindahkan ke daerah sekitar bendungan dan sebagian lainnya pindah ke Kabupaten
Karawang.

Untuk kondisi sekarang, 15 desa yang tenggelam memang sedikit. Namun pada saat itu (tahun 1957) luas wilayah per desanya cukup besar (penduduknya sedikit) beda dengan sekarang.

Itulah sebabnya, Bendungan Jatiluhur membentuk waduk dengan genangan seluas ± 83 km2 dan keliling waduk ada 150 km. Lalu luas daerah tangkapan Bendungan Jatiluhur adalah 4.500 km2.

Daerah tangkapan (upper Citarum) meliputi wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta.

Baca Juga: Tol Getaci Sampai Ciamis Semakin Nyata: Ini Lokasi 7 Exit Tol dan 2 Rest Area yang Akan Dibangun

Di dalam Bendungan Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187 MW dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun.

Bendungan Jatiluhur memiliki fungsi penyediaan air irigasi untuk 240.000 hektar sawah (dua kali tanam setahun), air baku, air minum, budi daya perikanan, dan pengendali banjir.

Selain berfungsi sebagai PLTA dengan sistem limpasan terbesar di dunia, di kawasan Bendungan Jatiluhur juga terdapat banyak fasilitas rekreasi yang memadai.

Di kawasan Bendungan Jatiluhur pula, kita dapat melihat Stasiun Satelit Bumi milik PT Indosat, yang difungsikan sebagai alat komunikasi internasional.

2. Cirata

Waduk atau Bendungan Cirata mulai dibangun tahun 1983 dan mulai dioperasikan tahun 1988. PLTA Cirata diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Maret 1988,

Bendungan Cirata menenggelamkan 20 desa yang tersebar di 7 kecamatan di Bandung Barat, Cianjur, dan Purwakarta. Kemudian sekitar 6.000 keluarga harus pindah ke daerah lain.

Waduk atau Bendungan Cirata yang berada di aliran Sungai Citarum ini memiliki luas genangan sekitar 6.200 hektare. Kapasitas aktif 796.000.000 meter kubik dan kapasitas nonaktif 192.000.000 meter kubik.

Baca Juga: Tol Getaci Ternyata Akan Dilanjut Sampai Cilacap dan Akan Tersambung dengan Tol Ini: Bandung-Yogya Bisa 3 Jam

PLTA Bendungan Cirata adalah PLTA dengan kapasitas terpasang terbesar di Indonesia, yakni 1.000 MW. PLTA ini dapat membangkitkan listrik hingga 1.428 GWh per tahun dan dapat memasok sistem tenaga listrik Jawa-Madura-Bali.

Saat ini, Waduk Cirata dijadikan tempat wisata dan tempat budidaya ikan air tawar. Salah satu daya tarik wisata di Waduk Cirata adalah lomba dayung perahu tradisional yang diadakan di Jangari, Cianjur tiap tahun.

3. Saguling

Masih di aliran Sungai Citarum, terdapat Waduk atau Bendungan Saguling. Luas genangan Waduk Saguling sekitar 5.606 hektare dengan volume tampungan awal sebesar 875 juta meter kubik air.

Sebanyak 31 desa yang tersebar di 6 kecamatan, yakni Sindangkerta, Cililin, Batujajar, Padalarang, Rajamandala, dan Cipatat tenggelam tergenang air Waduk Saguling.

Kemudian sekitar 10.000 warga yang terdampak oleh pembangunan Waduk Cirata diikutkan dalam program transmigrasi di Sumatera dan Kalimantan Timur, serta program Perkebunan Inti Rakyat di Banten.

Waduk atau Bendungan Saguling mulai dibangun tahun 1980 dan mulai dioperasikan tahun 1986. Pengoperasian PLTA Waduk Saguling diresmikan pada tanggal 24 Juli 1986 oleh Presiden Soeharto.

Saat ini Waduk Saguling terutama digunakan untuk membangkitkan listrik melalui sebuah PLTA berkapasitas 700 MW yang dapat membangkitkan listrik sebanyak 2.156 GWh per tahun.

Waduk Saguling juga dimanfaatkan sebagai prasarana perikanan darat dan obyek pariwisata. Waduk ini juga membantu Waduk Jatiluhur dalam mengendalikan banjir yang kerap terjadi di Karawang, Purwakarta, dan Bekasi.

4. Jatigede

Waduk atau Bendungan Jatigede adalah sebuah waduk yang terletak di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Pembangunan waduk ini telah lama direncanakan sejak zaman Hindia Belanda.

Namun Waduk Jatigede baru mulai bisa dibangun tahun 2008 pada masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono dan baru diresmikan pada tahun 2015 serta beroperasi penuh pada 2017.

Baca Juga: Ada Ular Gaib Panjang 4 Km, Buaya Putih dan Ikan Mas Sebesar Pintu: MISTERI MISTIS Waduk Jatigede Sumedang

Waduk ini dibangun dengan membendung aliran Sungai Cimanuk di wilayah Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang dengan kapasitas tampung 979,5 juta meter kubik air. Waduk Jatigede merupakan waduk terbesar kedua di Indonesia.

Waduk atau Bendungan Jatigede menenggelamkan dan melenyapkan 28 desa di Kecamatan Darmaraja, Kecamatan Wado, Kecamatan Jatigede dan Kecamatan Jatinunggal.

Waduk Jatigede difungsikan sebagai pusat pengairan untuk 90.000 hektar lahan pertanian produktif di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka.

Waduk Jatigede juga mampu memasok air bersih bagi warga sekitar dengan kapasitas hingga 3.500 meter kubik per detik. Kemudian Waduk Jatigede bisa meredam terjadinya banjir bagi 14.000 hektare kawasan di daerah sekitarnya.

Selain itu, air dari Waduk Jatigede juga dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berdaya 110 Megawat (MW), serta berfungsi sebagai sarana budidaya perikanan air tawar, sarana olahraga air, sarana rekreasi.

Pada 31 Agustus 2015 dilakukan penggenangan waduk sekaligus peresmian oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono.

5. Leuwikeris

Bendungan Leuwikeris yang berlokasi di perbatasanKabpaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya Jabar masih dalam pembangunan dan saat ini sudah memasuki tahap akhir.

Namun begitu, sejumlah desa yang berada di Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya itu harus siap-siap lenyap dan terhapus dari peta wilayah karena akan tegenang jutaan meter kubik air Bendungan Leuwikeris yang ditargetkan selesai dan akan diresmikan di
akhir tahun 2023 ini.

Baca Juga: Wisata Sumedang: Selain Menara Kujang Sepasang, Ini 3 Destinasi Wisata Menarik di Waduk Jatigede

Area genangan Bendungan Leuwikeris akan menenggelamkan dan melenyapkan sejumlah desa di Kecamatan Ciamis, Cijeungjing dan Kecamatan Cimaragas (Kab Ciamis) dan sejumah desa di Kecamatan Cineam, Kecamatan Karangjaya serta Cikatomas di Kab.Tasikmalaya.

Proyek strategis Bendungan Leuwikeris yang membendung Sungai Citanduy ini bertujuan untuk meningkatan volume tampungan air sehingga suplai air irigasi ke lahan pertanian terus terjaga, penyediaan air baku dan pengendalian banjir.

Diharapkan suplai air irigasi dari bendungan nanti dapat membantu petani meningkatkan intensitas tanamnya jika dibandingkan dengan metode tadah hujan yang hanya satu kali dalam setahun.

Dikutip dari laman pu.go.id, yang akan mendapat manfaat dari Bendungan Leuwikeris, selain Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya, juga daerah lainnya seperti Kota Banjar, Kabupaten Pangandaran bahkan sampai Cilacap di Jawa Tengah.

Menurut Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, secara efektif Bendungan Leuwikeris mampu menampung air 45,35 juta m3 untuk mensuplai irigasi seluas 11,216 hektare di Kabupaten Ciamis, sebagian Tasikmalaya dan Cilacap.

"Secara keseluruhan, progres pekerjaan gabungan pembangunan Bendungan Leuwikeris untuk paket I hingga paket V mencapai 87,24% dengan target selesai tahun 2023", jelas Basuki Hadimuljono.

Potensi lainnya dari Bendungan Leuwikeris yakni menjadi sumber daya listrik untuk PLTA sebesar 20 megawatt (MW), destinasi pariwisata serta kawasan konservasi air tanah, dan perikanan.***

Pantau berita menarik DeskJabar.com lainnya di Google News: KLIK DI SINI.

Editor: Zair Mahesa

Tags

Terkini

Terpopuler