SUMEDANG Dinilai Cocok Jadi IKN, Maukah ? Ini Prediksi Bakal Terjadi

6 April 2023, 09:51 WIB
Kabupaten Sumedang ada yang menilai cocok jadi IKN (Ibu Kota Negara) Indonesia dibandingkan Kalimantan. Apakah warga lokal mau ? /Kodar Solihat/DeskJabar

DESKJABAR – Perhatian kepada adanya penilaian bahwa Sumedang, lebih layak menjadi Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia, membuat sejumlah orang di Jawa Barat memperhatikan. Maukah warga lokal Sumedang daerahnya menjadi IKN ?

Adalah Mantan Kepala Badan penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Prof Syafruddin Arsyad Tumegang menilai bahwa pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) tidak tepat dibangun di Kalimantan Melainkan seharusnya di Sumedang. Hal itu dikemukakan Syafruddin Arsyad, pada kegiatan Reform Corner Seri III, "Potensi dan Tantangan Kabupaten Sumedang Pasca Pembangunan Proyek Strategis Nasional, di Aula Tampomas, Sumedang, Rabu, 5 April 2023. 

 

Secara sepintas hanya aspek permukaan atau kulitnya saja, adalah faktor ekonomi diutamakan oleh kalangan pengamat, termasuk akademisi dan pemerintahan. Tetapi kita bisa mengamati apa yang selama ini di Jakarta, selaku Ibu Kota Negara Indonesia.

Apakah IKN menguntungkan bagi warga Sumedang ?

Apakah masyarakat lokal Sumedang akan bergembira jika daerah mereka menjadi ibukota baru Republik Indonesia ? Apakah pula masyarakat Sumedang akan menjadi silau dengan status penduduk ibukota negara Indonesia ?

Pastinya, Sumedang akan dibuat perkotaan jauh lebih besar dibandingkan sekarang. Sebab, sebuah ibukota negara memerlukan areal yang luas, untuk menampung banyak orang, gedung pemerintahan, perkantoran, perdagangan, dikelilingi industri, dsb.

Ada contoh kita ketahui, bagaimana para penduduk lokal di Kalimanten Timur, menyuarakan aspirasinya terkait pembangunan Ibu Kota Negara Indonesia di daerah mereka. Padahal, pembangunan ibukota di Kalimantan Timur ditunjukan dibangun pada kawasan khusus, yang dikelilingi lahan swasta.

 Baca Juga: SUMEDANG akan Jadi Pusat Ekonomi Indonesia, IKN Tidak Tepat di Kalimantan Melainkan di Sumedang, Ini Alasannya

Prediksi dampak munculnya sebuah kota baru

 

Kita perhatikan sebuah jurnal kependudukan dan pembangunan lingkungan edisi Vol 1 no 3 Tahun 2020 berjudul Dampak Negatif Pertumbuhan Penduduk Terhadap Lingkungan dan Upaya Mengatasinya, ditulis oleh Akhirul, Yelfida Witra, Iswandi Umar, dan Erianjoni, dari PKB Kabupaten Pasaman, BKKBN PRovinsi Sumatera Barat, Mahasiswa Magister Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang.

Ini berupa Prodi Magister Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang.

Intinya, dituliskan, daerah perkotaan, sumber utama polutan yang mempengaruhi emisi udara berasal dari industri dan kendaraan bermotor. Menurut Yusat, Y (2003), banyak kota kota didunia dilanda permasalahan lingkungan.  

Paling tidak, adalah memburuknya kualitas udara industrialisasi sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi mempunyai efek ganda yang saling berlawanan. Yaitu, efek positif bagi pendapatan masyarakat dan penyediaan barang dan jasa serta efek negatif bagi lingkungan.

Pengaruh negatif industrialisasi terhadap lingkungan terjadi dalam dua cara. Pertama, industrialisasi membutuhkan ketersediaan sumberdaya yang memadai, termasuk sumberdaya alam sehingga menyebabkan terjadinya defisit sumber daya alam.

Baca Juga: Kapolres Sumedang : Ronda Malam Ampuh Tekan Potensi Aksi Kejahatan, Bhabinkamtibmas Harus Ada di Masyarakat

Kedua, industrialisasi merupakan salah satu determinan utama bagi pencemaran lingkungan, yaitu polusi udara, polusi air, dan deforestasi.

Secara umum, masalah penduduk yang paling utama dalam pembangunan adalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Tingginya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk serta tingkat urbanisasi ini harus mendapat perhatian secara khusus terkait dampaknya terhadap pemanasan global karena menurut BPK RI (2007), peningkatan polusi udara disebabkan peningkatan pertumbuhan penduduk dan laju urbanisasi yang mendorong pertumbuhan kendaraan bermotor, penurunan ruang terbuka hijau, perubahan gaya hidup yang mendorong pertumbuhan konsumsi energi, ketergantungan ke-pada minyak bumi sebagai sumber energi, serta kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pencemaran udara dan pengendaliannya.

 Baca Juga: Menjelang Ramadhan 2023, Masakan Rantang, Nostalgia di Bandung dan Sumedang, Apakah Kini Masih Ada ?

Peluang terjadinya kerusakan lingkungan akan meningkat seiring bertambahnya kepadatan penduduk. Commoner, B (1971) menjelaskan, bahwa pertumbuhan populasi yang cepat khususnya di negara negara berkembang secara bersamaan akan meningkatkan degradasi terhadap lingkungan.

Disebutkan, dengan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat,  berimbas meningkatnya kebutuhan pangan, air bersih, pemukiman dan sebagainya. Sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara persediaan sumber daya alam dengan kebutuhan manusia. (Pandey,BV dan Singh S:2020).

Sumedang akan seperti ini 

 

Dari gambaran itu, DeskJabar.com bisa menyimpulkan, dampak terjadi kepada Sumedang dan sekitarnya jika menjadi Ibu Kota Negara Indonesia yang baru, adalah :

  1. Sumedang akan terjadi kerusakan alam, dari semula sejuk dan tenang, menjadi kawasan padat penduduk, dengan berbagai kebisingan muncul. Situasi ini berimplikasi secara berantai ke sejumlah kawasan sekitarnya. 
  2. Jalanan macet di sana sini, karena jumlah penduduk terus berdatangan dan bertambah. Sebab, lokasinya sangat mudah dituju dan dekat bagi kalangan kaum urban. Konflik dan gesekan antar masyarakat beresiko meninggi.
  3. Kendaraan terus bertambah sehingga polusi bakal meningkat, sementara membuat area jalan baru harus menyesuaikan kondisi alam Sumedang, apalagi ada bergunung-gunung dan longsor. Soal yang dibidik adalah dekat Bandara Kertajati Majalengka, implikasinya pun akan berantai.
  4. Biaya hidup akan menjadi tinggi. Apakah kemudian warga lokal Sumedang sudah siap dengan resiko tersebut ?
  5. Akan sangat sering banyak demonstrasi dan konflik urusan berbangsa dan bernegara, dan sejenisnya, seperti kita saksikan seperti sekarang.
  6. Sumedang berpotensi lebih banyak terjadi kriminalitas baik karena para pendatang maupun orang lokalan. Sebab, kehidupan menjadi keras.
  7. Kultur masyarakat lokal beresiko tersingkirkan dan tergantikan kultur pendatang, dengan dalih “Ini Indonesia !”
  8. Areal pertanian bakal banyak terhabisi, selain banyak diborong dan terkena dampak perubahan iklim, berakibat masyarakat lokal kehilangan mata pencaharian. Pindah alih usaha dan pekerjaan kepada sektor formal bukan sesuatu yang mudah.

Nah, itulah yang bakal terbayang, jika Sumedang menjadi ibukota negara baru Indonesia. Lalu akan dikemanakan hasil pembangunan yang sudah dilakukan di Kalimantan dengan biaya sangat besar ? ***

 

 

 

Editor: Kodar Solihat

Tags

Terkini

Terpopuler