UPDATE TABRAKAN NAGREG, Kontras Pantau Kasus Minta Peradilan Militer Harus Bisa Memberi Keadilan Bagi Korban

10 Januari 2022, 05:59 WIB
Ilustrasi peradilan: Kasus tabrak lari di Nagreg dengan tersangka tiga tersangka Oknum TNI segera disidangkan /Pixabay oleh Succo

 

DESKJABAR- Kasus Tabrakan Nagreg yang melibatkan tiga oknum TNI pada 8 Desember 2021 lalu telah memasuki babak baru. Proses rekonstruksi kejadian yang menewaskan dua sejoli Handi (16) dan Salsabila (14) telah digelar 4 Januari 2022.

Dan kasus tabrakan Nagreg ini, sekarang sedang ditangani oleh oditur militer. Menurut rencana, dalam waktu kurang lebih satu bulan, kasus tabral lari dua sejoli ini sudah bisa dilimpahkan oditur militer ke Pengadilan Militer.

Kasus tabrak lari Nagreg ini mendapat perhatian publik karena dilakukan oleh tiga prajurit TNI yang salah satunya merupakan perwira. Kasus tabrakan Nagreg ini bukan lagi sekedar kasus kecelakaan lalu lintas tapi sudah masuk ranah tindak pidana.

Baca Juga: Kode Redeem FF 10 Januari 2022, Kode Redeem FF 1 Menit yang Lalu: Ada M1887 SG 2 Ungu, Skin Sultan, Dll

Sebab, pada saat kejadian, ketiga oknum TNI bukannya membawa korban dua sejoli Handi dan Salsabila ini ke rumah sakit terdekat, malah dengan tega membuang kedua korban ke Sungai Serayu Cilacap. Padahal diketahui salah satu dari korban tabrakan Nagreg itu masih hidup saat dibuang ke sungai tersebut.

Keluarga korban berharap pelaku tabrakan nagreg itu akan mendapat hukuman sesuai dengan perbuatannya. Sebab yang dilakukan oleh tiga oknum TNI pelaku tabrakan Nagreg tersebut sudah di luar batas kemanusiaan.

Para pelaku tabrakan Nagreg yang menewaskan dua sejoli Handi dan Salsabila itu adalah Kolonel Infanteri Priyanto (Korem Gorontalo, Kodam Merdeka), Kopral Dua Dwi Andoko (Kodim Gunung Kidul, Kodam Diponegoro) dan Kopral Dua Ahmad Soleh (Kodim Demak, Kodam Diponegoro).

Pakar Militer dari Universitas Padjadjaran Unpad, Prof. Muradi mengatakan oditer militer harus bisa menggali betul motif dari ketiga oknum TNI pelaku tabrak lari Nagreg, khususnya motif Kolonel Priyanto.

“Kalau karena motif lalai atau dia menghilangkan jejak saya kira, Kolonel Priyanto bukan perwira baru kemarin, dia perwira yang sudah matang yang kemudian saya kira punya kecenderungan untuk memahami betul konsekuensi ketika dia menghilangkan jejak tadi,” ungkapnya ketika dihubungi Deskjabar, Minggu 9 Januari 2022.

Sementara itu, Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Muhammad Rezaldy, mengatakan dirinya pesimis tiga oknum TNI kasus tabrakan Nagreg tersebut akan mendapat hukuman yang setimpal karena melalui mekanisme peradilan militer.

Baca Juga: Layangan Putus 8B: Aris Kecelakaan Saat Hendak Menghentikan Kinan ke Polisi

“Berkaitan dengan kasus Nagreg, saya pikir yang paling ideal adalah diproses melalui mekanisme peradilan umum. Saya khawatir proses peradilan militer yang berjalan itu tidak akan maksimal. Dan ada kekhawatiran bagi saya jika dipaksakan melalui mekanisme peradilan militer, akan berujung pada impunitas kepada para pelaku yang melakukan tindak pidana,” ungkapnya kepada Deskjabar, Minggu 9 januari 2022.

Impunitas merupakan sebuah fakta yang secara sah memberikan pembebasan atau pengecualian dari tuntutan atau hukuman atau kerugian kepada seseorang yang telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Hal ini mengacu pada kegagalan membawa pelaku pelanggaran hak asasi manusia untuk diadili dan merupakan penyangkalan hak korban untuk keadilan dan pemulihan.

Menurut Andi, rasa pesimisnya terhadap peradilan militer untuk kasus tabrak lari dua sejoli di Nagreg ini bukan tanpa sebab. Dari catatan KontraS, beberapa kasus pidana yang melibatkan prajurit TNI dan ditangani peradilan militer proses peradilannya itu hanya berjalan secara formalitas.

“Jadi seringkali tidak berujung pada keadilan bagi korban maupun keluarga korban. Sehingga proses peradilan yang tepat bagi TNI yang melakukan suatu tindak kejahatan itu harus peradilan umum,” kata Andi lagi.

Lagipula, lanjut dia, secara prosedur peradilan militer ini dianggap sebagai peradilan internal yang mana dalam penegakkan hukumnya semuanya berasal dari institusi TNI itu sendiri.

Baca Juga: TERBARU KASUS SUBANG, Bukan Yoris dan Yosef, Kuasa Hukum Danu Sebut Saksi Ini Harus Dijaga Polisi, Siapa ?

“Nah karena masing-masing dari penegak hukumnya adalah prajurit TNI juga, maka memberikan ruang bagi prajurit TNI tersebut untuk tidak dihukum secara maksimal. Karena yang kita tahu, prajurit punya yang namanya jiwa Korsa, dimana ada kecenderungan memberi perlindungan bagi prajurit TNI yang melakukan kekerasan,” kata Andi lagi.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintah khususnya DPR dan Presiden bisa segera melakukan reformasi peradilan militer. Sebab, berbagai instrumen seperti TAP MPR maupun UU TNI sudah memberikan dorongan kepada pemerintah untuk melakukan reformasi peradilan militer.

Menurut Andi, Presiden memiliki kewenangan untuk mengeluarkan satu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk reformasi peradilan militer.

“Kenapa perlu adanya Perppu? Karena situasi soal impunitas terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak kejahatan itu sudah sangat genting ya. Presiden bisa mengeluarkan perppu itu,” ucap Andi.

Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyatakan, ketiga oknum TNI pelaku tabrakan Nagreg itu memungkinkan untuk dihukum mati atau maksimal penjara seumur hidup. Namun pihaknya, hanya menginginkan hukuman seumur hidup.

Baca Juga: WOW! GARENA Siapkan SG 3 atau M1887 Versi Upgrade yang Sekarang Lagi Diujicoba di Event Ini, Overpower

"Tuntutan sudah kita pastikan, karena saya terus kumpulkan tim penyidik maupun oditur, kita lakukan penuntutan maksimal seumur hidup, walaupun sebetulnya Pasal 340 ini memungkinkan hukuman mati tapi kita ingin sampai dengan seumur hidup saja," ujar Andika kepada wartawan, Selasa 28 Desember 2021.***

 

Editor: Yedi Supriadi

Sumber: Wawancara

Tags

Terkini

Terpopuler