Sidang Dadang Suganda: Ahli Pidana Prof Chairul Huda Sebut Tak Logis Uang Ganti Rugi Tanah Jadi Kasus Korupsi

22 April 2021, 17:13 WIB
Ahli Pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang, Prof Chairul Huda saat menjawab pertanyaan dalam sidang kasus korupsi RTH Kota Bandung dengan terdakwa Dadang Suganda yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung Kamis 22 April 2021 /yedi supriadi

DESKJABAR- Sidang Dadang Suganda yang didakwa korupsi RTH Kota Bandung kembali digelar pada Kamis 22 April 2021 di Pengadilan Tipikor Bandung.

Dalam sidang yang dipimpin hakim Benny Eko Supriyadi menghadirkan ahli pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang Prof Chairul Huda dari Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Dalam keterangannya dipersidangan pada intinya mengupas soal dakwaan korupsi yang disatukan dengan dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kurang pas. Idealnya seharusnya harus dibuktikan dulu tindak pidana korupsinya setelah terbukti baru TPPU nya.

Baca Juga: BMKG Cermati Rentetan Gempa Swarm di Samosir Sumatera Utara Sejak 23 Januari - 20 April 2011

Dijelaskan Chairul Huda, titik berat TPPU itu karena korupsi, sementara apa yang disebut korupsi terhadap Dadang Suganda nampaknya belum jelas. Karena yang jadi obyeknya adalah uang ganti rugi tanah.

"Kalau uang ganti rugi tanah hasil korupsi bagaimana dengan tanahnya, tanahnya punya siapa? Faktanya sekarang tanahnya sudah dikuasai Pemkot Bandung. Dari sisi itu tidak logis uang itu dikatakan hasil korupsi," ujar Chairul Huda.

Kemudian dia juga menyoroti soal tujuan korupsi menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan sehingga tidak terlihat kekayaan hasil tindak pidana. "Nah dalam dakwaan dikatakan terjadi pencucian uang karena transaksi, transfer ke rekening Dadang sendiri atau ke rekening keluarganya atau istrinya.

Bagaimana mungkin itu dikatakan menyembunyikan dan menyamarkan, itukan sudah jelas terang benderang," ujarnya.

Baca Juga: Bantu Pencarian KRI Nanggala-402, Malaysia Kirim MV Mega Bakti dan Laksanakan Sholat Hajat

Chairul Huda juga menyoal mengenai pertanyaan jaksa KPK kepada dirinya dipersidangan mengenai kalau ditransfer ke rekening istri dan anak lalu tiba tiba diambil lagi, itu dikatakan pencucian uang, menurut Chairul Huda itu asumsi tidak tepat karena harusnya kalau pun ada pencucian uang itu ditranskasikan ke pihak lain yang tidak ada kaitannya secara langsung dengan si terdakwa.

Tapi yang paling penting menurut Chairul Huda, adalah soal profile dari terdakwa. Kalau terdakwa pejabat negara lalu punya mobil BMW seri terbaru maka patut dipertanyakan dan harus dibuktikan darimana uangnya. Tapi kalau swasta atau pengusaha bebas apa yang harus dibuktikan, karena pengusaha itu bebas punya uang berapapun.

"Jadi kalau misalnya setiap kali transfer, ada belanja yang nilainya besar dianggap tindak pencucian uang, engak muat penjara di negeri ini karena setiap hari orang belanja besar dan bertranskasi ke rekening ang dilakukan orang orang atau pengusaha," katanya.

Baca Juga: Untuk Bantu Pencarian KRI Nanggala-402, Singapura Kirim MV Swift Rescue

Dari itulah Chairul Huda menyimpulkan dakwaan TPPU yang disematkan kepada Dadang Suganda sangat dipaksakan.

Ini terlihat bukan untuk menegakan hukum tapi untuk memiskinkan orang, coba kita lihat dugaan korupsi kerugian negara 19 miliar tapi di TPPU malah 87 miliar dimana logikanya, masa uang hasil korupsi tiba tiba menjadi besar dari perkara korupsi yang didakwakan," katanya.

Dia menganalogikan, mencuri mobil lalu mobilnya dijual, hasilnya lebih mahal berkali kali lipat dari mobil itu.

Chairul Huda juga mengungkapkan peristiwa serupa menimpa Tubagus Choiri Wardana (Wawan) yang didakwa kasus pencucian uang. Dan ternyata karena profil pengusaha akhirnya dakwaan TPPU nya tidak terbukti.

"Kebetulan saat itu saya sebagai ahli dalam kasus Wawan dan saat itu hakim memutus tidak terbukti Wawan dikenakan TPPU karena dia seorang pengusaha yang tidak terbatas penghasilannya," ujarnya.

Baca Juga: Penliti : Ulah Joseph Paul Zhang Kasus Superserius, Bisa Memicu Munculnya Terorisme

Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Efran Helmi Juni berharap dengan keterangan dua ahli yakni Atja Sondjaja dan Chairul Huda perkara ini menjadi terang benderang.
Benar peristiwa ada tapi peristiwa perdata sehingga akibat hukumnya larus lepas dari hukum.
"Besar harapan saya dengan dua ahli ini perkara jadi terang benderang, benar peristiwa ada tapi peristiwanya perdata, makanya ini harus lepas dari tuntutan hukum," ujar Efran Helmi Juni.***

Editor: Yedi Supriadi

Tags

Terkini

Terpopuler