DESKJABAR - Walaupun termasuk sumber energi yang aman, beberapa kecelakaan terkait radiasi dari bahan radioaktif sering menjadi sorotan dunia.
Salah satunya adalah tatkala bahan radioaktif secara tidak sengaja tersebar di salah satu kota besar Brasil, Goiânia.
Our World in Data dalam artikelnya, 'What are the Safest and Cleanest Sources of Energy?' menyatakan reaktor fusi nuklir sebagai sumber energi teraman di dunia.
Selain sebagai sumber energi, bahan radioaktif ini juga sering digunakan dalam keperluan medis dengan istilah radiologi.
Penggunaan bahan radioaktif di bidang medis ini beragam, mulai dari radiografi untuk melihat ke dalam tubuh hingga terapi radionuclide yang menggunakan bahan radioaktif khusus untuk menyembuhkan penyakit, terutama kanker.
Namun, penggunaan bahan radioaktif juga tidak bisa dilakukan secara sembarangan karena kebocoran bahan radioaktif dapat mengakibatkan dampak yang berbahaya dan meluas.
Contoh terkini terjadi dalam salah satu insiden yang disebut Washington Post sebagai kejadian kecelakaan radiologi terburuk di dunia.
Dalam artikelnya berjudul 'Time to Better Secure Radioactive Materials', Washington Post memberikan gelar kecelakaan radiologi terburuk itu untuk kejadian kebocoran bahan radioaktif yang dicuri dari sebuah bekas rumah sakit di Goiânia, Brasil, pada 1987.
Lebih dari 240 orang terpapar radiasi akibat kecelakaan radiologi tersebut.
Baca Juga: 2 Tips Ikut Gerakan Food Freedom, Temukan Kembali Rasa Kenyang Anda, Tanpa Diet
Kanal Youtube Kyle Hill dalam videonya bertajuk 'The Goiânia Accident - South America's Nuclear Tragedy', mengungkapkan bahwa mesin tersebut dibawa oleh dua pemulung barang rongsok.
Roberto dos Santos Alves and Wagner Mota Pereira menemukan mesin terapi radiasi itu pada sebuah bangunan terbengkalai yang ternyata adalah bekas rumah sakit.
Tanpa mengetahui isinya, keduanya mencoba membuka mesin tersebut dengan harapan mendapatkan uang.
Keduanya berhasil mengeluarkan debu biru dari mesin itu yang kemudian mereka jual kepada Devair Alves Ferreira.
Pada malam harinya, Ferreira menyadari benda yang ia beli itu bersinar dengan kilauan warna biru yang indah.
Baca Juga: Food Freedom, Gerakan Kebalikan dari Diet Ini Ternyata Sehat? Berikut Ini Penjelasannya
Ferreira kemudian membawa benda itu ke rumahnya dan mempertunjukkan penemuannya kepada teman dan keluarganya.
Ia bahkan membagikan serbuk itu kepada mereka sehingga serbuk tersebut, yang kemudian diketahui sebagai sesium klorida, tersebar ke berbagai tempat di Goiânia. Begitu juga radiasinya.
Dalam laporan 'The Radiological Accident in Goiânia', International Atomic Energy Agency atau Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menyebutkan bahwa otoritas setempat segera mengerahkan polisi, pemadam kebakaran dan pasukan civil defense setempat setelah diketahui adanya penyebaran radiasi.
Stadion olimpik setempat pun digunakan sebagai tempat pengecekan radiasi terhadap masyarakat yang berada di tempat debu-debu sesium klorida itu tersebar.
Comissão Nacional de Energia Nuclear (CNEN), badan nuklir Brasil, kemudian mengadakan upaya untuk merawat korban serta melakukan dekontaminasi lebih lanjut.
Upaya dekontaminasi tersebut termasuk menghancurkan 7 rumah yang tidak bisa dilakukan dekontaminasi.
Dalam laporan tersebut, IAEA menegaskan bahwa kecelakaan radiologi adalah suatu kejadian yang jarang terjadi.
Mengingat banyaknya sumber radioaktif yang digunakan di seluruh dunia dalam bidang medis, pertanian, dan aplikasi industri, IAEA menyimpulkan bahwa kecelakaan tersebut menjadi saksi efektivitas peraturan dan tindakan keselamatan yang berlaku.
Namun, IAEA juga menyatakan bahwa fakta kecelakaan jarang terjadi seharusnya tidak menjadi alasan untuk melonggarkan pengawasan.
Kecelakaan radiologi tidak boleh dianggap sebagai fenomena yang bisa diterima, apalagi kejadian yang mengancam kontaminasi secara luas pasti akan mengkhawatirkan publik yang belum bisa menerima semua hal terkait radioaktif.
Dalam laporannya, IAEA menyatakan bahwa kecelakaan di Goiânia adalah salah satu kecelakaan radiologi paling serius yang terjadi.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa konsekuensinya bisa saja jauh lebih serius jika semua kalangan tidak melaksanakan tanggung jawab mereka dengan keterampilan, keberanian, dan tekad.***