Bisnis Karet Alam Pasarnya Bangkit, Indonesia Harus Mampu Mengatasi Kondisi Ini di Perkebunan

- 8 Agustus 2023, 11:22 WIB
Produksi karet alam di PT Bina Mitra Agro,  dari perkebunan di Malangbong, Garut.
Produksi karet alam di PT Bina Mitra Agro, dari perkebunan di Malangbong, Garut. /dok Acep Munandar

DESKJABAR – Bisnis karet alam terindikasi pasarnya bangkit, tetapi bisnis yang dialami perkebunan karet di Indonesia masih berkutat urusan klise. Produksi karet alam di Indonesia mencoba memacu kembali produktivitas, dengan melakukan pembenahan pada tingkat kebun.

 

Usaha perkebunan karet di Indonesia memiliki nilai historis bisnis yang sangat tinggi sejak dibangun zaman kolonial Belanda akhir abad ke-19 lalu. Bahkan, komoditas karet alam pernah dikenal sebagai penopang perekonomian negara, sejak zaman Hindia Belanda sampai era Repoblik Indonesia tahun 2008 lalu.

Walau mengalami kelesuan berkepanjangan, namun pasar karet alam dunia sebenarnya diam-diam bangkit lagi. Banyak bidang produksi baik di perkebunan sampai bisnis karet nyaris patah semangat. Kini peluang pasar kembali terbuka, termasuk Jawa Barat sebagai salah satu sentra perkebunan karet.

  Baca Juga: Usaha Perkebunan Karet Ada Harapan Pulih dari Penyakit Gugur Daun Karet, Kini Ada Inovasi Teknologi

Gambaran terkini

Pengurus Gabungan Pengusaha Perkebunan Jawa Barat-Banten, Irwan G Subrata, di Bandung, kepada DeskJabar, Selasa, 8 Agustus 2023 menginformasikan gambaran diperoleh dari Gapkindo (Gabungan Pengusaha Karet Indonesia) Sumatera Utara, 2 Agustus 2023.

Disebutkan, pasokan global karet alam tumbuh pada paruh pertama tahun 2023. Bahkan pada Juni 2023, mengalami peningkatan kebutuhan pasar karet dunia, yang didukung peningkatan produksi.

Namun Indonesia tidak tercantum sebagai negara yang mampu meningkatkan produksi karet. Laporan ANRPC (The Association of Natural Rubber Producing Countries) hanya menyebutkan, Malaysia, Sri Lanka, Bangladesh, dan Papua Nugini yang mampu meningkatkan produksi karet alam secara bagus.

 

Gambaran demikian, mengindikasikan Indonesia belum mampu menangkap peluang bangkitnya pasar karet dunia. Tetapi ANRPC menyebutkan, bahwa Indonesia dan Thailand termasuk mengalami kontraksi pertumbuhan permintaan karet alam dari konsumen.

Pada sisi lain, Gapkindo menginformasikan bahwa ada 45 crumb rubber di Indonesia tutup selama enam tahun terakhir. Penyebabnya, karena pasokan karet alam dari petani karet terus menurun, diduga petani karet terdampak lesunya harga jual karet alam.

Baca Juga: PTPN VIII Genjot Produktivitas Usaha Perkebunan Karet di Jawa Barat

Namun ada juga kabar terbaru dari Gapkindo, di Kamboja, investasi bisnis karet alam malah tumbuh. Misalnya di Kampong Thom, Kamboka, sebuah pabrik karet berkapasitas 6.400 ton kering per tahun diresmikan pada awal akhir Juli 2023. Ini menunjukan, bahwa bisnis karet alam sebenarnya bangkit.

“Kayanya yang susah cuma di Indonesia yah.....Mungkin harga pokoknya kemahalan atau karena gak efisien,” ujar Irwan G Subrata.

Ia mencontohkan, di Jawa Barat, bukan hanya masalah harga jual yang rendah. Ada kemungkinan karena harga pokok nya yang belum bisa lebih rendah, sehingga berpengarih kepada masalah efisiensi atau produktivitas.

 

Padahal, kata Irwan G Subrata, kalau melihat perkembangan karet dunia bulan Juni 2023, ada negara yang menawarkan harga jual 100 dollar/ ton lebih murah dari harga SICOM.

Sementara itu, dari pelaku usaha karet alam asal Jawa Barat lainnya, yaitu swasta di Malanbong, Garut, Acep Munandar selaku Komisaris PT Bina Mitra Agro, mengatakan, sebetulnya kalau lihat permintaan pasar secara global kebutuhan karet dunia masih tinggi.

Hanya saja, katanya, di Jawa Barat, produksi karet masih harus dipacu pula produktivitasnya. Apalagi, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun kebelakang belum mengadakan upaya pengembangan dan peremajaan karet rakyat sehingga dari sisi luasan semakin berkurang. ***

Editor: Kodar Solihat

Sumber: Wawancara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x