SOAL SUAP, Ketua MPR Sebut Pengusaha Jadi Korban Susu Tante, Ini Penjelasannya

- 25 November 2021, 13:18 WIB
Ketua KPK Firli bahuri dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum dan Pertanahan Keamanan Kadin, Bambang Susetyo dalam jumpa pers di KPK, Kamis 25 November 2021
Ketua KPK Firli bahuri dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum dan Pertanahan Keamanan Kadin, Bambang Susetyo dalam jumpa pers di KPK, Kamis 25 November 2021 /Youtube KPK/

DESKJABAR – Ketua KPK menegaskan bahwa jika ingin mewujudkan kegiatan ekonomi yang lancar, efektif, dan efisien maka praktik suap maupun gratifikasi kepada penyelenggara negara harus dihilangkan.

Namun, pihak Kadin menyatakan bahwa posisi pengusaha dalam posisi sulit dengan adanya pungutan dari oknum penyelenggara negara, yang terkadang dibarengi dengan ancaman.

Bahkan, Ketua MPR Bambang Soesatyo menyebut para pengusaha jadi korban susu tante, yang membuatnya dalam posisi sulit.

Baca Juga: MENUJU 100 Hari Kasus Pembunuhan Subang, 12 Saksi Diperiksa, Termasuk Yosef, Yoris, dan Danu di Mapolda

Hal itu mengemuka dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KPK dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dalam rangka pencegahan korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 25 November 2021, yang disiarkan melalui kanal Youtube KPK.

Namun dalam hal ini, Ketua MPR Bambang Susetyo tidak menggiring persepsi mereka ke dalam hal-hal yang berbau porno.

Bambang Susetyo yang dalam kepengurusan Kadin duduk sebagai Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum dan Pertanahan Keamanan Kadin mengatakan, yang dimaksud susu tante di sini adalah sumbangan sukarela tanpa tekanan.

"Kami ini sebetulnya korban dari susu tante, sumbangan sukarela tanpa tekanan. Judulnya tanpa tekanan tetapi sesungguhnya penuh ancaman, biasanya kalau kita kuat kita lawan tetapi kadang-kadang kita tidak kuat ikut goyang juga," kata Bamsoet.

 Baca Juga: Begini Kronologi Bocah 10 Tahun Tertembak Peluru Nyasar di Cihampelas Bandung Barat

Bamsoet yang juga Ketua MPR RI itu mengungkapkan, para pengusaha berada dalam posisi yang sulit dengan adanya pungutan dari oknum penyelenggara negara.

"Kadang kita dalam posisi yang sulit terutama teman-teman yang memiliki bisnis di daerah. Dikasih ke garuk, tidak dikasih tidak dapat bisnis kita. Terjadi lah suap, baik yang terang-terangan maupun diam-diam,” paparnya.

“Kadang-kadang pengusaha ini lebih senang kepala daerah yang terus terang, yang kita bingung kalau kepala daerah atau pejabatnya itu ingin sesuatu tetapi tidak diutarakan tetapi izin tidak keluar-keluar. Ini yang bikin pusing," tuturnya menambahkan.

Oleh karena itu, Bamsoet mengatakan dengan adanya MoU dengan KPK, para pengusaha mempunyai "beking" agar terhindar dari praktik suap.

"Kerja sama hari ini kita berharap pengusaha punya 'beking'. Jadi, bukan preman saja punya 'beking', pengusaha juga butuh "beking". 'Beking' dalam hal ini yang ditakuti kalau penyelenggara negara bupati, wali kota, gubernur itu ingin meminta sesuatu agar izin itu diberikan maka dia harus berpikir ulang," ujar Bamsoet, seperti dikutip dari Antara.

Baca Juga: PENGAKUAN MENGEJUTKAN dr. Sumy Hastry di Kasus Pembunuhan Subang, Korban Datang Minta Tolong

Melalaikan proses

Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan agar tidak ada lagi pengusaha yang memberi suap kepada penyelenggara negara.

"Saya ingin, mulai hari ini tidak ada lagi pengusaha yang memberi suap kepada penyelenggara negara dan mulai hari ini pun tidak ada penyelenggara negara yang menerima suap dari pengusaha," kata Firli.

 Ia mengatakan bahwa pada prinsipnya, negara kuat karena ada penguasa dan juga pengusaha.

"Penguasa dalam hal ini kami garis bawahi adalah penyelenggara negara tetapi juga tidak jarang terjadi penyelenggara negara dan pengusaha sama-sama bermasalah karena namanya juga pengusaha dia bekerja dengan target 'how to achieve the goals?' bagaimana mencapai tujuan?" kata Firli.

Baca Juga: KASUS SUBANG HARI INI, DANU, YORIS, YOSEF Jalani Pemeriksaan Pertama di Mapolda Jabar Berbarengan, ADA APA ?

Ia menjelaskan, terkadang untuk mencapai tujuan tersebut para pengusaha melalaikan proses sebagaimana mestinya sehingga dimanfaatkan oleh oknum penyelenggara negara.

"Seketika kita ingin membuka usaha tentu lah tanggalnya jelas, perencanaan jelas, penghasilan jelas, pelaksanaan jelas, termasuk juga pengawasan jelas tetapi dalam pelaksanaannya terkadang terjadi persoalan karena target sudah ditetapkan prosesnya kadang-kadang terganggu. Biasanya pengusaha selalu upaya selalu usaha karena itu adalah ciri khas dari pengusaha terkadang melalaikan mengabaikan proses yang benar," kata Firli.

"Di situ lah dimanfaatkan oleh para penyelenggara karena pengusaha butuh penyelenggara negara maka ada kontak penyatuan yang disebut dengan pertemuan antar pikiran pertemuan dengan tindakan, muncul lah disebut dengan suap," tambah dia.

Ia menegaskan jika ingin mewujudkan kegiatan ekonomi yang lancar, efektif, dan efisien maka praktik suap maupun gratifikasi harus dihilangkan.***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x