PBGJB Klaim Ribuan Buruh Garmen di Jawa Barat Terkena PHK Akibat UMK yang Tinggi

- 28 Januari 2021, 21:42 WIB
Ilustrasi pabrik kain, garmen. Banyak buruh garmen yang terkena PHK akibat pabrik tak mampu menanggung beban UMK di Jawa Barat
Ilustrasi pabrik kain, garmen. Banyak buruh garmen yang terkena PHK akibat pabrik tak mampu menanggung beban UMK di Jawa Barat /Pixabay/Mploscar/

 

DESKJABAR – Paguyuban Buruh Garmen Jawa Barat (PBGJB) mengklaim bahwa ribuan karyawan yang bekerja di pabrik garmen mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pabrik tutup karena tidak mampu menanggung beban upah minimum kota/kabupaten (UMK).

Untuk itulah, mereka akan mengadukan nasibnya dan meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan untuk memperhatikan masalah serius ini. Mereka berencana akan bertemu Kemenaker pada 1 Februari 2021.

“Beberapa tahun ini ribuan rekan kami buruh pabrik garmen di Jawa Barat yang bekerja di sektor padat karya menjadi pengangguran akibat relokasi pabrik ke daerah lain, atau bahkan ditutup,” kata Ketua PBGJB Agung melalui pernyataan di Jakarta, Kamis 28 Januari 2021.

Baca Juga: Apakah Makan Telur Setiap Hari akan Mengganggu Kesehatan Jantung? Ini Kata Harvard

“Kami hanya bisa bekerja di garmen karena pendidikan kami yang rendah dan perusahaan mana yang bersedia mempekerjakan kami selain pabrik garmen yang padat karya,” kata Sekretaris PBGJB Azizah.

Menurut Agung, mereka sebenarnya sudah siap untuk mengerahkan ribuan anggota paguyuban untuk melakukan demonstrasi agar aspirasi mereka didengar demi perjuangan untuk menyambung periuk nasi, untuk membayar kontrakan serta kehidupan sehari-hari untuk keluarga.

“Tapi berhubung kondisi pandemi Covid-19, pihak kepolisian hanya mengijinkan 30-50 orang saja untuk mengikuti aksi, sementara pihak Kemenaker meminta 10 orang perwakilan untuk dialog,” katanya.

Baca Juga: Miris, Tiga Pelajar Putri Diamankan Bersama Seorang Mucikari yang Diduga Terlibat Prostitusi Online

Agung mengatakan bahwa ia meminta perhatian dari pemerintah, khususnya kepada para buruh di pabrik garmen dengan memperlakukan kebijakan yang lebih berpihak kepada industri padat karya yang memperkerjakan ratusan ribu buruh berpendidikan rendah.

Pabrik banyak tutup

Mereka meminta dengan sangat agar pemerintah cepat tanggap melihat kondisi yang dilematis ini dan menuangkan dalam rancangan peraturan pemerintah tentang pengupahan yang pro industri padat karya untuk buruh garmen.

”Kami tidak butuh UMK yang tinggi, yang kami butuhkan kami tetap bisa bekerja. Itu saja. Selama ini UMK juga ditetapkan tinggi tinggi, tapi praktiknya tidak bisa dijalankan bahkan malah pabrik banyak tutup,” kata Agung.

Baca Juga: Polemik Jasa Angkut Jenazah di TPU Cikadut, Dinas Tata Ruang Kota Bandung Rekrut Pemikul Jadi PHL Permanen

Ia mengatakan, UMK di Kabupaten Bogor dan Purwakarta saat ini merupakan yang tertinggi di banding daerah lain di Jawa Barat, yaitu masing-masing Rp4.217.206 dan Rp4.173.569, lebih tinggi dibandingkan dengan Kota Bandung sebesar Rp3.742. 276.

Angka tersebut juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan UMK di Kota Semarang, Jawa Tengah sebesar Rp2.810.025.

Mengingat sebagian besar perusahaan garmen tersebut dimiliki oleh pengusaha Korea Selatan, kantor berita Yonhap beberapa waktu sempat mengangkat isu kenaikan drastis UMK di Kabupaten Bogor dan Purwakarta yang berdampak terhadap banyak perusahaan.

Baca Juga: Greysia-Apriyani Menginginkan ini, Bukan Dibebani Pikiran Target Kemenangan di BWF Finals

Dalam sembilan tahun terakhir, terdapat kenaikan sampai 300 persen upah di Jawa Barat dan hal ini membuat perusahaan garmen sangat kesulitan, akibatnya perusahaan Korea Selatan memilih tutup dan sekarang tersisa 258 dari jumlah 317 sebelumnya.

Pandemi Covid-19 yang belum mereda membuat kondisi semakin sulit.***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah