Karyawan Korban PHK dan Perumahan, Umumnya tak Miliki Kartu Prakerja

- 26 November 2020, 17:16 WIB
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah (tengah) berbincang dengan peserta pelatihan di Balai Pelatihan Kerja (BLK) Indramayu, Jawa Barat, Rabu (21/10/2020). Dalam kunjungan Kerja tersebut, Menaker meluncurkan program Management COVID-19 bekerja sama dengan PT Polytama Propindo untuk memberikan pelatihan untuk warga korban PHK dan disabilitas. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/wsj.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah (tengah) berbincang dengan peserta pelatihan di Balai Pelatihan Kerja (BLK) Indramayu, Jawa Barat, Rabu (21/10/2020). Dalam kunjungan Kerja tersebut, Menaker meluncurkan program Management COVID-19 bekerja sama dengan PT Polytama Propindo untuk memberikan pelatihan untuk warga korban PHK dan disabilitas. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/wsj. /Dedhez Anggara/ANTARA FOTO

DESKJABAR - Golongan karyawan yang terkena perumahan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan tempatnya bekerja, diduga termasuk golongan yang luput dari perhatian pemerintah. Sebab, mereka ternyata tak memiliki Kartu Prakerja, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh bantuan dana pemerintah.

Sementara di lain pihak, banyak golongan lain ramai-ramai mencairkan bantuan pemerintah untuk sejumlah kategori. Padahal, banyak karyawan yang terkena PHK, setiap bulannya dipotong pajak oleh pemerintah.

Terungkapnya banyak para karyawan korban perumahan atau PHK yang tak memiliki Kartu Prakerja, dilontarkan  Peneliti Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Ahsin Aligory, di Jakarta, Kamis, 26 November 2020.

Ia mengatakan bahwa berdasarkan hasil survei lembaga tersebut 91 persen pekerja yang dirumahkan tidak memiliki Kartu Prakerja karena mereka tidak mengikuti program itu.

"Jika melihat responden survei ini, yang dirumahkan sangat sedikit sekali mengikuti Kartu Prakerja. Padahal salah satu target Prakerja yaitu menyelamatkan mereka yang terkena PHK. Ini salah satu temuan kita, bahwa peserta yang dirumahkan banyak yang belum mengikuti program Prakerja,” kata Ahsin, dikutip DeskJabar dari Antara, Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan survei mengenai Program Kartu Prakerja tersebut dilakukan pada pada Juni hingga Agustus 2020 dengan 346 responden berstatus karyawan dan wirausahawan, dengan usia angkatan kerja yang tersebar di 12 provinsi, terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Sebagian besar responden yang mengikuti Program Kartu Prakerja merupakan karyawan atau 59 persen dari total keseluruhan responden, sementara 41 persen lainnya berprofesi sebagai wirausaha.

Responden karyawan yang mengikuti program Kartu Prakerja menyatakan bahwa program kartu prakerja sangat berbeda dengan program pelatihan yang pernah mereka dapatkan sebelumnya.

“Pelatihan yang mereka ikuti sebelumnya umumnya memiliki 3 tingkatan kualifikasi, yaitu training saat mencari kerja, magang sebagai sarana mengenal dunia kerja dan sertifikasi saat setelah bekerja untuk meningkatkan kompetensi profesional,” katanya.

Kemudian, topik pelatihan yang ditawarkan dinilai sangat dasar dan bisa didapatkan secara cuma-cuma di dunia maya, seperti pelatihan bahasa Inggris dasar, administrasi dan sekretaris, teknik penjualan, sukses bisnis online shop, menjadi content creator di YouTube, menjadi barista dan membuka warung kopi hingga teknik melamar pekerjaan dan teknik wawancara kerja.

“Hal tersebut jauh berbeda dengan kurikulum Balai Latihan Kerja (BLK) yang memiliki desain pelatihan berbasis kompetensi. Bahkan BLK kini telah berspesialisasi pada jenis ketrampilan kerja yang spesifik,” kata Ahsin lebih lanjut. ***

Baca Juga: Ada Dugaan Praktik Joki, Program Kartu Prakerja Diminta Dievaluasi Menyeluruh

Editor: Kodar Solihat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x