Kedua, dengan kondisi itu, Bupati dari keturunan Pabu Siliwangi, akan memiliki otoritas sebagai pemimpin sehingga diperkirakan bisa menjamin kepentingan Belanda di tanah jajahan.
"Prabu Siliwangi itu hidup sebagai raja legendaris di kalangan masyarakat Sunda. Karena itu , seorang calon elite birokrasi yang berdarah Prabu Siliwangi dijamin akan memiliki otoritas tradisional yang diperlukan," beber Dr. Hj. Nina Lubis dalam buku Tradisi & Transformasi Sejarah Sunda I tahun 2000.
Baca Juga: Selain Sakti dan Tampan, Prabu Siliwangi Seorang The Smiling King, Patungnya Tersimpan di Belanda?
Nina Lubis memberikan satu contoh bagaimana keturunan Prabu Siliwangi menjadi perhitungan utama pihak Pemerintah Kolonial Belanda dalam pengangkatan bupati di tanah Pasundan.
Pada 7 April 1893, Bupati Bandung ke-19, R. Tumengung Kusumadilaga meninggal dunia.
Karena anak laki-laki almarhum masih sangat kecil, baru berusia 5 tahun, maka diperlukan calon lain untuk mengisi jabatan Bupati Bandung yang kosong.
Pemerintah kolonial Belanda menginstruksikan agar Residen Priangan saat itu, Harders, segera mengajukan nama-nama untuk diangkat menjadi Bupati Bandung.
Sesuai ketentuan pada Besluit van Gouverner Generaal, maka Residen Harders harus mengajukan minimal dua nama kepada pemerintah untuk dipilih salah satu.
Masing-masing calon yang diajukan diwajibkan menyertakan asal usul keturunan mereka.
Ada dua nama yang diajukan Residen Harders saat itu.