Dunia Kiamat Internet, Amerika dan Inggris Lebih Rentan Di Banding Negara Lainnya di Dunia

- 14 September 2021, 16:40 WIB
/Wikimedia.org/

DESKJABAR - Matahari selalu menghujani Bumi dengan partikel magnet yang biasa disebut Solar Wind. Untuk mencegah akibat buruk dari Solar Wind terhadap bumi dan mahluk di dalamya, Magnetic Shield mengurainya ke arah kutub dan menjadi fenomena yang disebut auora.

Penelitian terbaru di konferensi komunikasi data SIGCOMM 2021 mengatakan, Solar Wind terkadang dapat berubah menjadi badai panas matahari ektrem dan mengancam cara kehidupan modern kita.

Singkatnya, badai matahari yang ekstrem dapat menjerumuskan dunia ke dalam "dunia kiamat internet" yang membuat sebagian besar masyarakat offline selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Demikian isi dari makalah yang ditulis Sangeetha Abdu Jyothi, asisten profesor di University of California.

Baca Juga: HEBOH KIAMAT INTERNET, Fenomena Gegara Badai Matahari Besar, Berikut Penjelasan Para Ahli

Baca Juga: WASPADA Kiamat Internet Bisa Berlangsung Berbulan Bulan, Badai Matahari Terakhir Terjadi 1921

"Yang benar-benar membuat saya berpikir tentang ini adalah bahwa dengan pandemi, kita melihat betapa tidak siapnya dunia. Tidak ada protokol untuk menanganinya secara efektif, dan itu sama dengan ketahanan internet," kata Abdu Jyothi kepada WIRED . "Infrastruktur kami tidak siap untuk peristiwa matahari skala besar."

 

Badai Matahari dalam sejarah Bumi

Dalam sejarah baru-baru ini, hanya dua badai yang tercatat — satu pada tahun 1859 dan lainnya pada tahun 1921. 

Insiden sebelumnya, yang dikenal sebagai Peristiwa Carrington , menciptakan gangguan geomagnetik yang begitu parah di Bumi sehingga kabel telegraf terbakar, dan aurora — biasanya hanya terlihat di dekat kutub planet — terlihat di dekat khatulistiwa Kolombia. 

Badai yang lebih kecil juga bisa membawa pukulan; satu pada bulan Maret 1989 membuat seluruh provinsi Quebec di Kanada padam selama sembilan jam.

 

Dunia Kiamat Internet rentan terjadi di Amerika dan Inggris

Kabel internet bawah laut yang menghubungkan benua dilengkapi dengan repeater untuk meningkatkan sinyal optik, dengan jarak sekitar 30 hingga 90 mil (50 hingga 150 kilometer). 

Repeater ini rentan terhadap arus geomagnetik, dan seluruh kabel dapat menjadi tidak berguna walaupun hanya satu repeater menjadi offline, menurut makalah tersebut.

Jika cukup banyak kabel bawah laut yang gagal di wilayah tertentu, maka seluruh benua dapat terputus satu sama lain, tulis Abdu Jyothi. 

Terlebih lagi, negara-negara di garis lintang tinggi — seperti AS dan Inggris — jauh lebih rentan terhadap cuaca matahari daripada negara-negara di garis lintang yang lebih rendah. 

Jika terjadi badai geomagnetik yang dahsyat, negara-negara dengan garis lintang tinggi itulah yang kemungkinan besar akan terputus dari jaringan terlebih dahulu. 

Sulit untuk memprediksi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki infrastruktur bawah laut, tetapi Abdu Jyothi menunjukkan bahwa pemadaman internet skala besar yang berlangsung beberapa minggu atau bulan terakhir mungkin terjadi.***

 

Editor: Sanny Abraham

Sumber: Live Science


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah