Bolehkah Membagikan Daging Hewan Kurban pada Keluarga Sendiri?

- 20 Juli 2021, 07:18 WIB
Ilustrasi Idul Adha 1442 Hijriah/2021
Ilustrasi Idul Adha 1442 Hijriah/2021 /Pikiran Rakyat Bogor/Freepik/pikisuperstar/

DESKJABAR – Pada hari ini, Selasa 20 Juli 2021, segenap umat muslim merayakan Hari Raya Idul Adha. Ada yang melekat dan tidak terpisahkan di Hari Raya Idul Adha yaitu pemotongan hewan kurban.

Menurut Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember, kurban merupakan salah satu ibadah khusus yang waktunya ditentukan pada hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan tiga hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

Perintah berkurban ini secara tegas disampaikan dalam Al-Qur’an: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ  “Sungguh, Kami telah memberimu telaga kautsar, maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah),” (QS Al-Kautsar: 1-2).

Baca Juga: IDUL ADHA 2021: Inilah Waktu Terbaik untuk Menyembelih Hewan Kurban

Baca Juga: Urutan dan Tata Cara Sholat Idul Adha di Rumah, Sendiri atau Berjamaah dengan Keluarga

Perintah berkurban dalam ayat di atas oleh para ulama diarahkan sebagai perintah yang bersifat kesunnahan secara kolektif atau biasa disebut dengan istilah sunnah kifayah. Maksudnya, tuntutan melaksanakan berkurban dalam sebuah keluarga (ahlul bait) akan menjadi gugur ketika salah satu dari anggota keluarga ada yang melaksanakannya. Bukan berarti seluruh anggota keluarga ikut mendapatkan pahala atas kurban yang dilakukan oleh salah satu perwakilan anggota keluarganya.

Sebab setiap orang dalam anggota keluarga tetap disunnahkan melaksanakan kurban secara khusus, meski sudah ada perwakilan keluarganya yang berkurban, hal ini tak lain agar mereka mendapatkan pahala dari menyembelih hewan kurban yang diatasnamakan masing-masing dari diri mereka sendiri.

Penjelasan mengenai hal ini secara ringkas dijelaskan oleh Syekh Sulaiman al-Bujairami:  (التَّضْحِيَةُ سُنَّةٌ) مُؤَكَّدَةٌ فِي حَقِّنَا عَلَى الْكِفَايَةِ إنْ تَعَدَّدَ أَهْلُ الْبَيْتِ وَإِلَّا فَسُنَّةُ عَيْنٍ لِخَبَرٍ صَحِيحٍ فِي الْمُوَطَّأِ وَفِي سُنَنِ التِّرْمِذِيِّ  وَمَعْنَى كَوْنِهَا سُنَّةَ كِفَايَةٍ مَعَ كَوْنِهَا تُسَنُّ لِكُلٍّ مِنْهُمْ سُقُوطُ الطَّلَبِ بِفِعْلِ الْغَيْرِ لَا حُصُولُ الثَّوَابِ لِمَنْ لَمْ يَفْعَلْ كَصَلَاةِ الْجِنَازَةِ  “Ibadah kurban hukumnya sunnah yang bersifat kolektif (sunnah kifayah) bagi kita (umat Muslim) ketika anggota keluarga terhitung banyak.

Jika hanya sendirian maka hukumnya sunnah ‘ain, berdasarkan hadits sahih dalam kitab al-Muwattha’ dan Sunan at-Tirmidzi.” Maksud dari sunnah kifayah–di samping kurban dianjurkan bagi setiap anggota individu keluarga–adalah gugurnya tuntutan berkurban ketika orang lain yang masih anggota keluarga menunaikannya, bukan hasilnya pahala bagi orang yang tidak melaksanakan kurban, persis seperti ketentuan dalam shalat jenazah” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami ala al-Manhaj, juz 4, hal. 294).

Sedangkan maksud dan cakupan keluarga atau ahlul bait dalam pembahasan ini (sunnah kifayah), para ulama terbagi menjadi dua penafsiran dalam memahaminya. Pertama, mengartikan keluarga mengacu pada orang-orang yang berkumpul bersama dalam kehidupan (tempat tinggal) dan pergaulannya.

Halaman:

Editor: Zair Mahesa

Sumber: NU Online


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x