KHUTBAH: Memaknai Hari Raya Idul Adha di Tengah Pandemi

- 19 Juli 2021, 22:10 WIB
 Menteri Agama Umumkan mudik dan pelaksanaan Shalat Idul Adha 2021 di rumah saja
Menteri Agama Umumkan mudik dan pelaksanaan Shalat Idul Adha 2021 di rumah saja /ANTARA/Humas Kemenag/

Ketika vaksin diperkenalkan pertama kali di masyarakat barat, menimbulkan banyak penentangan karena dianggap akan memperparah penularan penyakit.  Namun, protes terhadap vaksin mereda seiring dengan data yang berhasil membuktikan bahwa vaksin mampu menurunkan angka kematian. Misalnya, ketika terjadi wabah cacar, program vaksisasi terhadap tentara Perancis tidak berhasil, menimbulkan korban kematian 23 ribu orang. Sementara, tentara Prusia yang program vaksinasinya lebih baik hanya kehilangan 500 prajurit. Vaksin campak yang diperkenalkan pada tahun 1960-an, juga membuktikan penurunan angka kematian. Padahal, sebelumnya setiap tahun sekitar 2,6 juta orang meninggal karena penyakit campak. Inilah salah satu bukti vaksinasi memberi banyak manfaatnya untuk mencegah penularan penyakit dan melawan infeksi yang mematikan.

Keberhasilan program vaksinasi tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan para tokoh dan para ulama untuk memberikan penyadaran terhadap masayrakat tentang pentingnya vaksin untuk menanggulangi wabah penyakit, termasuk wabah Covid-19 yang saat ini tengah kita hadapi. Sebagian masyarakat kita yang tidak percaya dengan vaksin harus dihadapi dengan menunjukan berbagai bukti ilmiah tentang keampuhan vaksin bukan sekedar propaganda. Bahkan, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, harusnya terdepan mengembangkan industri vaksin ini, dan jangan hanya menjadi importir produsen vaksin dunia. Muhammadiyah dengan potensi besarnya juga dituntut kiprahnya untuk membangun industri strategis seperti oksigen dan farmasi agar Gerakan Islam Berkemajuan ini menjadi rahmatan lil-‘alamin (https://pwmu.co/199923/07/15/saatnya-muhammadiyah-bangun-pabrik-oksigen/)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

Umat Islam sesungguhnya umat yang peduli dengan kesehatan dirinya dan lingkungannya. Syariat qurban yang merupakan jejak dari Nabi Ibrahim alaihissalam, tidak sekedar bentuk penghambaan kepada Alloh, juga memiliki dimensi lainnya, sepeti dimensi sosial yaitu berbagai dengan sesama, dimensi ekonomi dengan menggairahkan industri peternakan, juga berdimensi kesehatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat muslim.  Masih banyak saudara-saudara kita yang menganggap daging adalah makanan yang mahal dan jarang dikonsumsi.

Baca Juga: Cara Mendengarkan Khutbah Hari Arafah 2021 dalam Bahasa Melayu, Klik Link di Sini

Pola makan yang sehat juga bersumber dari makanannya yang halal dan thoyyib merupakan ajaran dari agama kita, sebagaimana perintah Alloh Ta’ala kepada umat manusia: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena setan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al Baqarah 168). Halal berkaitan dengan keberkahan, sedangkan thoyyib itu bisa bermakna gizi yang seimbang. Imunitas tubuh kita bisa dijaga dan ditingkatkan dengan menjalankan pola hidup sehat, seperti mengkonsumsi gizi yang seimbang, berolahraga, dan terhindar dari stress.

Pola hidup sehat Rasululloh wajib kita tiru, misalnya pola aktivitas, pola tidur hingga pola makan nabi. Nabi bersabda,” orang mukmin itu makan dalam satu usus, sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus (HR Bukhori Muslim). Dalam hadist lain, disebutkan bahwa perut ini hendaknya diisi dengan 1/3 makanan, 1/3 minuman dan 1/3 untuk bernafas. Terbukti secara ilmiah, perut salah satu sumber penyakit terbesar, karena itu orang yang makan selalu kekenyangan berisiko timbulnya berbagai penyakit. Alloh Ta’ala berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

dan makanlah dan minumlah kalian, namun jangan berlebihan. sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang suka bersikap berlebihan. (QS. al-a’raf: 31).

Karena itulah, ada syariat puasa dalam ajaran Islam, baik puasa wajib di bulan Ramadhan maupun puasa sunnah, seperti puasa Senin dan Kamis, atau puasa Ayyamul Bidh (13, 14, 15 bulan qomariyah tiap bulan). Secara ilmiah, puasa ternyata bermanfaat untuk regenerasi sel dalam tubuh kita, kebugaran dan ketenangan jiwa. Setiap hari raya umat Islam diawali dengan puasa. Idul Fitri diawali dengan puasa Ramadhan. Begitu pula, Idul Adha diawali dengan puasa Arofah, bahkan berpuasa yang dimulai pada awal hingga 9 Dzul Hijjah termasuk ibadah yang utama. Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan selama 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah.” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud).

Halaman:

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Suara Muhammadiyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah