Lalu kenapa bulan Sya’ban yang dipilih oleh Aisyah untuk meng qadha puasanya? Sebab bulan Sya’ban adalah bulan yang paling banyak dibuat puasa sunnah oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.
Oleh karena itu salah satu istri Nabi bergantian meluangkan waktu untuk meng qadha puasa. Atau kalau tidak begitu, karena mereka sudah pada bulan terakhir, mereka terdesak meminta izin kepada Nabi untuk meng qadha puasa.
Baca Juga: Jadwal RCTI Hari Ini, 23 Maret 2021: Ikatan Cinta di RCTI dan Indonesian Idol - Spetakuler
وأما في شعبان فإنه صلى الله عليه وسلم كان يصوم أكثر أيامه فتتفرغ إحداهن لصومها أو تضطر لاستئذانه في الصوم لضيق الوقت عليها
Artinya: “Adapun pada bulan Sya’ban, Nabi berpuasa pada sebagian besar hari-harinya. Kemudian salah satu istri-istri Nabi meluangkan untuk berpuasa di dalamnya. Atau di antara mereka memang terdesak untuk meminta izin kepada Nabi untuk melaksanakan puasa karena waktunya sudah mepet” Musthafa Dib al-Bugha, Ta’liq Shahih al-Bukhari.
Hadits di atas juga menunjukkan bahwa Aisyah tidak pernah melakukan puasa sunnah. Aisyah berpandangan bahwa puasa sunnah bagi orang yang mempunyai tanggungan puasa wajib hukumnya tidak diperbolehkan sedangkan ia mulai bulan Syawal sampai bulan Rajab masih mempunyai utang puasa wajib.
Pada hadits di atas juga dapat kita ambil pengertian bahwa meng qadla puasa Ramadhan tidak harus dengan sesegera mungkin, tapi bisa diperpanjang sampai bertemu Ramadhan berikutnya, baik pada saat meninggalkan tersebut karena uzur atau tidak.
Keluasan waktu mengqadla apabila masih berada di bulan selain bulan Sya’ban. Namun apabila sudah masuk bulan Sya’ban, waktu meng qadla sudah menjadi sempit, tidak boleh ditunda-tunda lagi.***