Duh Kasihan, Data Pribadi Bocor, Pasien Covid-19 di China Alami Perundungan

- 16 Desember 2020, 07:37 WIB
Ilustrasi - Warga kompleks permukiman Tonghu bersantai di depan lokasi usahanya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, Jumat (20/11/2020). Selama karantina wilayah Wuhan pada 23 Januari-8 April 2020 lalu terdapat 32 warga yang positif COVID-19 di permukiman yang dihuni 12.765 jiwa itu dan tidak ada satu pun yang meninggal dunia. ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/wsj.
Ilustrasi - Warga kompleks permukiman Tonghu bersantai di depan lokasi usahanya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, Jumat (20/11/2020). Selama karantina wilayah Wuhan pada 23 Januari-8 April 2020 lalu terdapat 32 warga yang positif COVID-19 di permukiman yang dihuni 12.765 jiwa itu dan tidak ada satu pun yang meninggal dunia. ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/wsj. /ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/


DESKJABAR
- Dewan Pemerintahan China sedang menyusun peraturan mengenai penghapusan data pribadi warga setempat setelah 60 hari masa darurat kesehatan Covid-19, sebagai pertimbangan atas munculnya kasus seorang pasien di Provinsi Sichuan yang mengalami perundungan.

Institusi yang fungsinya seperti kabinet tersebut akan memerintahkan satu lembaga yang selama ini mengumpulkan data personal untuk menghapusnya dalam waktu tertentu, demikian media China melaporkan, Rabu 16 Desember 2020.

Selama ini otoritas pencegahan dan pengendalian wabah Covid-19 mengumpulkan data pribadi di satu tempat yang ditemukan kasus positif.

Baca Juga: Liverpool vs Tottenham Hotspur, Duel Perebutan Puncak Klasemen Liga Premier Inggris

Data personal tersebut mencakup nomor identitas kependudukan, nomor telepon seluler, dan bahkan pemindaian wajah.

Dikutip DeskJabar dari antara, beberapa kota di China, terutama Beijing, menerapkan kode kesehatan di setiap area publik, seperti stasiun kereta api, bandar udara, pusat perbelanjaan, tempat ibadah, dan instansi pelayanan umum.

Kode kesehatan didapat dengan cara seseorang memindai barkode melalui WeChat atau Alipay, yang di dalamnya terdapat data diri, seperti nama, nomor telepon, nomor identitas kependudukan, atau nomor paspor bagi orang asing, dan rekam jejak dalam 14 hari terakhir.

Baca Juga: Kampanye Calon Presiden Barcelona di Dekat Markas Real Madrid

"Pengumpulan data pribadi terkait pengendalian wabah bisa diterima. Namun setelah semua usaha selesai, data itu sudah tidak diperlukan lagi dan seharusnya dihapus," kata Prof Zhu Wei dari China University.

Pengumpulan data dengan cara tersebut memang diterima publik, meskipun dibayangi kekhawatiran penyalahgunaan.

Halaman:

Editor: Syamsul Bachri

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x