Istri dan Keluarga Bupati Garut Diancam Diangkut ke Asrama Tentara Jepang Kempetai, Begini Ceritanya

8 Maret 2022, 08:56 WIB
Tentara Jepang, Kempetai /portalbojonegoro.pikiran-rakyat.com/

DESKJABAR - Pada bulan Maret ada peristiwa penting dalam lembaran sejarah Indonesia. Pada bulan ini penjajahan Jepang di Indonesia dimulai, termasuk di Kabupaten Garut.

Tragedi, begitulah kedatangan Jepang ke Garut. Kejam, bengis, perilaku seksnya pun tak bermoral. Bahkan, para tentara Jepang sempat mengancam akan mengangkut istri dan saudara-saudara perempuan Bupati Garut saat itu ke markas untuk dijadikan pemuas nafsu kempetai.

Diketahui, tanggal 8 Maret 1945, pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang. Serah terima kekuasaan Hindia Belanda kepada Jepang ditandatangani di Kalijati, Subang, Jawa Barat, pada tanggal 8 Maret 1942, atau tepat 80 tahun lalu dari hari ini.

Sejak itulah, tentara Jepang menyebar ke berbagai wilayah Indonesia, termasuk Garut.

Baca Juga: KASUS SUBANG TERUNGKAP, Ini yang Ditanyakan Penyidik ke Yosef Soal Kebiasaan Tuti dan Amel, Apa itu ?

Dalam buku "Garoet Kota Intan" yang disusun Kunto Sofianto tahun 2001, disebutkan, kedatangan tentara Jepang ke wilayah Garut ada yang menggunakan jalur kereta api Bandung - Cibatu, kemudian dari Cibatu disambung ke Garut. Sebagian lagi menggunakan jalur Nagreg-Kadungora-Tarogong.

Tiba di wilayah Garut Kota, tentara Jepang langsung mengambil alih gedung-gedung strategis. Hotel Papandayan (sekarang Kodim 0611/Garut), gedung Asisten Residen, serta gedung Societet Intra Montes (sekarang gedung KNPI), dijadikan asrama tentara.

Kemudian gedung MULO yang sekarang digunakan Korem 062 Taruma Negara, digunakan sebagai tangsi dan tempat tawanan. Sementara kompleks wisata Cipanas dijadikan lokasi untuk persitirahatan dan tempat merawat orang Jepang yang sakit.

Baca Juga: Perkembangan Kasus Tangmo Nida, Polisi Sebut Ada Saksi Berbohong Dalam Kasus Tangmo Meninggal

Buku itu pun menyebutkan, sebagaimana masyarakat Indonesia lainnya, awalnya masyarakat Garut menyambut baik kedatangan para tentara Jepang yang menggelorakan propaganda semboyan 3A, "Nippon Pemimpin Asia", "Nippon Pelindung Asia" dan "Nippon Cahaya Asia".

"Namun kemudian sikap warga Garut berubah drastis sebab dalam kenyataannya tentara Jepang sangat menindas, perangainya juga sangat kejam," tutur Kunto Sofianto dalam bukunya.

Mungkin karena kesal dengan kekejamannya, warga Garut kemudian memanggil tentara Jepang dengan sebutan si Benjol. Sebutan ini lahir karena melihat kepala para tentara Jepang yang cepak membentuk segitiga. Dalam bahasa Sunda, kepala yang tidak bundar atau mirip segitiga tersebut disebut benjol.

Hal lainnya dari tentara Jepang yang tidak disenangi warga Garut adalah perilaku seksnya yang tak bermoral. Mereka sering memaksa perempuan untuk melayaninya. Akibatnya, baru beberapa hari si Benjol berada di Garut, sudah banyak perempuan Garut yang menjadi korban pemerkosaan mereka.

Baca Juga: Crazy Rich Indra Kenz Terancam Dimiskinkan, Empat Rekening Diblokir, Mobil dan Rumah Disita

Perilaku tentara Jepang yang suka mengumbar seks ini, juga hampir menjadi bencana bagi Bupati Garut saat itu, Rd. Musa Suriakartalegawa.

Warjita, sejarawan Garut yang juga Penilik Kebudayaan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Garut, mengatakan, beberapa hari setelah tentara Jepang berada di Garut, Bupati Musa kedatangan utusan mereka.

Utusan itu meminta agar Bupati menyediakan sejumlah perempuan bagi kempetai yang bermarkas di Societet Intra Montes (Gedung KNPI). Permintaan itu disampaikan disertai dengan ancaman bahwa jika tak dipenuhi, maka istri Bupati, saudara-saudara Bupati yang perempuan berikut istri-istri dan putri pegawai Bupati, akan diangkut ke gedung Societet Intra Montes malam itu.

"Meskipun sangat marah, Bupati Musa tak bisa apa-apa. Apalagi utusan itu membawa senjata api dan pedang panjang di pinggang, ditambah ada sejumlah pendampingnya yang juga dengan senjata api siap tembak," kata Warjita.

Baca Juga: UPDATE Konflik Rusia Ukraina, 36 Juta Warga Rusia tak Bisa Akses Tik Tok dan Netflix

Sepeninggal si utusan, Bupati Musa langsung lemas. Wajahnya resah. Dari mana ia ia harus menyediakan berpuluh-puluh perempuan malam itu untuk tentara Jepang?

Bupati akhirnya mengumpulkan para menak, termasuk semua pembantunya di lingkungan Pendopo, kemudian menceritakan permintaan tentara Jepang tersebut.

Mendengar cerita Bupati, semua menak dan pembantu yang hadir jadi resah. Mereka khawatir, jangan-jangan istri atau anak mereka pun ikut diangkut dijadikan mangsa si Benjol.

Dalam keadaan bingung, tiba-tiba seorang pembantu Bupati berkata:

"Dalem, saya akan berupaya memenuhi permintaan tentara Jepang."

"Memangnya kamu sanggup? Perempuan yang diminta tentara Jepang bukan satu dua orang, tapi banyak. Terus perempuan mana yang mau meladeni tentara Jepang?" ujar Bupati.

Baca Juga: Foto Mayatnya TANGMO NIDA Terus Diburu Netizen, Di TikTok, Twitter, dan Telegram masih Berseliweran

"Saya akan berusaha mencari," jawab si pembantu.

Meskipun ragu, akhirnya Bupati Uca setuju.

Rupanya pembantu Bupati Musa yang satu ini cukup hapal urusan yang "begituan". Sore hari, ia datang lagi untuk melaporkan bahwa puluhan wanita pesanan tentara Jepang sudah siap.

Mendengar itu, Bupati girang bukan kepalang.

Menjelang magrib, benar saja, berpuluh wanita telah berada di asrama kempetai di gedung Societet Intra Montes.

Selamatlah Bupati Musa dan para menak.

“Meskipun sedih karena ternyata di Garut banyak PSK, namun Bupati Musa berterima kasih sebab berkat mereka keluarganya terselamatkan, tak diangkut untuk memuaskan hasrat bejat tentara Jepang,” kata Warjita, yang juga penulis buku Sejarah dan Pembentukan Kota Garut ini. ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Wawancara Buku Garoet Kota Intan

Tags

Terkini

Terpopuler