Info Gempa Terkini: Ancaman Megathrust hingga M 9 di Selat Sunda, Tsunami-nya Lebih Tinggi dari Tsunami Aceh

20 Januari 2022, 08:25 WIB
Ilustrasi dampak dari tsunami. Perekayasa di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr Widjo Kongko mengungkapkan adanya potensi ancaman gempa bumi dahsyat (Megathrust) di Selat Sunda yang dapat mencapai Magnitudo 8,7 hingga M 9. /Pixabay/WikiImages/

DESKJABAR - Di balik bencana gempa bumi Magnitudo 6,7 yang terjadi di Banten, 14 Januari 2022, pukul 16.05 WIB, ada potensi ancaman gempa bumi dahsyat (Megathrust) di Selat Sunda yang dapat mencapai Magnitudo 8,7 hingga M 9.

Perekayasa di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr Widjo Kongko mengungkapkan hal itu di laman BRIN dan melalui keterangan tertulis yang dilansir Antara, Selasa 18 Januari 2022.

Widjo Kongko menjelaskan, potensi gempa bumi Megathrust Selat Sunda adalah M 8,7. Akan tetapi, bisa saja lepasnya bersamaan dengan segmentasi di atasnya, yaitu Megathrust Enggano, dan di sebelah timurnya, Megathrust Jawa Barat-Tengah.

Baca Juga: Info Gempa Terkini: BMKG Sarankan Warga yang Tinggal di Zona Rawan Gempa dan Tsunami untuk Pindah

Baca Juga: Info Gempa Terkini, Begini 12 Ukuran Kekuatan Gempa berdasarkan Skala Mercalli atau MMI dari BMKG

"Jika pelepasan potensi gempa tersebut terjadi bersamaan maka magnitudo gempa bumi bisa mencapai 9 atau lebih. Energi yang dihasilkan dari potensi gempa itu mirip dengan gempa bumi dan tsunami Aceh 2004," tuturnya.

Namun, kata Widjo Kongko melanjutkan, karena secara umum kedalaman laut di daerah sumber gempa lebih dalam dibandingkan dengan laut di Aceh, maka berdasarkan perhitungan model secara saintifik, tsunami yang terjadi bisa lebih tinggi dari tsunami di Aceh.

Meskipun demikian, ia mengimbau agar masyarakat, terutama warga setempat, untuk tidak panik. Namun, bersama pemerintah daerah atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat dapat meningkatkan upaya mitigasi.

Widjo Kongko menjelaskan, di sisi hilir, perlu menyiapkan program mitigasi bencana yang diperlukan, di antaranya menyiapkan peta ancaman dan peta risiko detail di setiap daerah.

Program mitigasi lain adalah memberikan edukasi bencana kepada masyarakat, menyiapkan tempat evakuasi yang layak, dan secara rutin melakukan simulasi menghadapi tsunami.

Baca Juga: BMKG, Gempa Terkini Sorong Hari Ini Berkekuatan Cukup Kencang, Warga Diminta Waspada Gempa Susulan

Sementara di sisi hulu, kajian mengenai gempa bumi dan tsunami perlu dilakukan secara terus-menerus.

Ia menjelaskan bahwa gempa bumi M 6,7 yang mengguncang Banten baru-baru ini, sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia merupakan wilayah yang rentan bencana gempa bumi dan tsunami.

Menurut Widjo Kongko, gempa yang terjadi di Banten sekaligus mengingatkan adanya ancaman di Selatan Jawa, Selat Sunda, Sumatera, dengan potensi Megathrust.

Doktor yang pernah meneliti potensi gempa bumi Megathrust dan tsunami di Selatan Jawa tersebut menjelaskan, gempa bumi Banten terjadi di daerah yang disebut sebagai seismic gap, yakni zona yang selama ini tidak menunjukkan adanya aktivitas seismik.

Seperti diberitakan, gempa bumi Banten yang berpusat di Selat Sunda berkekuatan M 6,7, tidak menimbulkan tsunami.

Selain itu, Widjo menuturkan pentingnya untuk memahami karakteristik ancaman tsunami di Indonesia. Sumber tsunami di Indonesia umumnya sangat dekat, yakni sekitar 100 kilometer dari lepas pantai, sehingga waktu perjalanannya sampai ke daratan terjadi sangat cepat.

Baca Juga: Sukabumi, Rumah Tahan Gempa PTPN VIII di Palabuhanratu, Obyek Wisata Tahan Bencana

Ia menekankan aspek mitigasi yang perlu dilakukan masyarakat tentang konsep evakuasi mandiri dan tidak terlalu mengandalkan teknologi yang ada saat ini.

Widjo Kongko juga mengatakan bahwa ke depan program mitigasi di pulau-pulau kecil juga perlu diperhatikan sehingga tidak hanya terkonsentrasi di pulau-pulau besar.

Di samping itu, Widjo berharap pembangunan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang selama ini telah berjalan, perlu dioptimalkan pemanfaatannya.

InaTEWS meliputi antara lain fasilitas Buoy yang telah dipasang Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi BRIN di lepas pantai Bengkulu hingga Sumba, dan saat ini masih berfungsi.

Dengan demikian, InaTEWS dapat membantu masyarakat memperoleh peringatan dini tsunami secara lebih akurat melalui informasi yang diperoleh oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Wilayah Prisma Akresi

Secara terpisah, pakar dari Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr Iyan Haryanto menyebut wilayah Banten rawan gempa bumi tektonik karena masuk dalam wilayah Prisma Akresi.

Baca Juga: Gempa Kobe Berkekuatan 7,3 Skala Richter Menewaskan Lebih dari 6000 Warga pada 17 Januari 1995

Ia menjelaskan, Prisma Akresi merupakan wilayah yang rawan terjadi gempa bumi karena berada di atas pusat-pusat gempa. Wilayah ini merupakan kumpulan dari sesar-sesar naik atau sesar yang mengangkat akibat proses penumbukan atau penunjaman.

"Jika di Sumatra, Prisma Akresi ini muncul menjadi pulau, kalau di selatan Jawa belum membentuk pulau," kata Iyan di laman resmi Unpad seperti yang dilansir Antara, Rabu, 19 Januari 2022.

Ia menerangkan, jika salah satu patahan menunjam ke bawah, maka di sisi satunya akan terangkat akibat proses penunjaman tersebut.

Salah satu wilayah Indonesia yang berada di kawasan sesar Prisma Akresi adalah Pulau Nias di Sumatera Utara.

Peristiwa gempa bumi yang terjadi akhir-akhir ini di selatan Jawa, kata dia melanjutkan, menjadi pengingat bahwa Indonesia berada pada kawasan lempeng yang terus bergerak. Pergerakan lempeng tektonik menjadi pemicu terjadinya gempa bumi.

Alasannya, Indonesia berada pada batas-batas lempeng yang satu sama lain terus bergerak. Di sebelah barat, batas lempeng tersebut mulai dari sebelah barat Sumatra, terus ke selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Maluku.

Baca Juga: SEBELUM GEMPA SUMUR BANTEN, Ada Hal Aneh di Sukabumi Penampakan Hiu Besar, Ada Apa?

Meski titik gempa di selatan Jawa kerap berada jauh dari daratan, Iyan meminta masyarakat di daratan tetap waspada. Karena sesar aktif di daratan juga berperan mempercepat rambatan getaran akibat gempa di lautan.

"Hal ini yang menjadi faktor mengapa suatu gempa bumi bisa terasa hingga wilayah yang cukup jauh dari titik gempanya," kata Iyan menjelaskan.

Oleh karena itu, pengetahuan masyarakat akan mitigasi kebencanaan harus diperkuat. Minimnya pengetahuan mitigasi bencana akan berdampak fatal ketika bencana gempa bumi terjadi.***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: Unpad BRIN Antara

Tags

Terkini

Terpopuler