Guru Besar IPB Ungkap Pemanfaatan Buluh Bambu dan Bambu Rekayasa Sebagai Bahan Konstruksi Ramah Lingkungan

5 Juni 2024, 11:15 WIB
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB University) Prof. Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS, IPU ungkap Pemanfaatan Bulug Bambu dan Bambu Rekayasa, sebagai bahan konstruksi yang ramah lingkungan pada pra orasi ilmiah Rabu, 5 Juni 2024 /IPB University/

 

DESKJABAR - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB University) Prof. Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS, IPU ungkap Pemanfaatan Bulug Bambu dan Bambu Rekayasa, sebagai bahan konstruksi yang ramah lingkungan.

Hal itu disampaikan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB University) Prof. Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS, IPU dalam pra orasi ilmiah yang berlangsung di Kampus IPB Dramaga Bogor Rabu, 5 Juni 2024.

Dalam orasinya Prof Naresworo mengatakan sebagai bahan alami, kualitas bambu dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain genetika dan kondisi pertumbuhan.

Beberapa faktor yang menyebabkan variasi ukuran, sifat fisik, dan geometri bambu, mulai dari keruncingan (taper or sharpness), lonjong (ovality) atau eksentrisitas (eccentricity), dan tidak lurus (straightness) atau melengkung (bow) adalah tiga geometri dasar bambu.

Baca Juga: Permodelan Statistika Dalam Menanggulangi Kompleksitas Spasial, Begini Penjelasan Guru Besar IPB University

Ketidaksempurnaan bentuk geometri tersebut menyebabkan asumsi-asumsi yang digunakan untuk mengkonversi hasil pengujian sifat mekanis bambu contoh kecil bebas cacat menjadi sifat mekanis buluh utuh sering kali tidak terpenuhi dengan baik. 

Pengujian bambu pada ukuran penuh (full scale) sangat diperlukan untuk memperoleh nilai-nilai kekuatan dan kapasitas bambu untuk tujuan penggunaan konstruksi struktural.

Secara anatomis lanjut Prof Naresworo, ikatan pembuluh (vascular bundles) bambu sangat rapat di lapisan luar dan semakin kurang rapat di sebelah dalam.

"Karakteristik anatomis yang unik tersebut meningkatkan kapasitas lentur dan tekuk buluh bambu karena peningkatan momen inersia penampang. Orientasi lapisan dinding sel dan komposisinya berkontribusi terhadap kekakuan dan ketahanan tekuk batang bambu," jelasnya.

Baca Juga: Manfaat Ilmu Faal Dalam Program Konservasi Satwa Liar di Indonesia, Ini Penjelasan Guru Besar IPB University

Selain itu, menurut Prof Naresworo, kerapatan bambu (density) terdiri atas kerapatan dinding (wall), kerapatan buluh (culm), dan massa linier (linear mass). Kapasitas bambu ditentukan oleh diameter, ketebalan, kepadatan, dan massa linier bambu dari batang bambu.

"Buluh bambu merupakan elemen fundamental dalam banyak aplikasi struktur, sehingga tingkat kekuatan menjadi parameter penting untuk mengurangi variabilitas pada setiap material," ujarnya.

Selanjutnya Prof Naresworo menjelaskan, dalam kriteria pemilahan dan penyortiran bambu, sifat mekanis dan sifat lentur dianggap penting. Kapasitas menahan momen maksimum (Mmaks) bambu bulat dapat diperkirakan dengan menggunakan kombinasi massa linier dan diameter (qD) dan dari kuadrat diameter (D2) sebagai prediktor penunjuk.

Sementara itu, kekakuan lentur (EI) dapat diperkirakan dengan menggunakan kombinasi massa linier dan kuadrat diameter (qD2) atau kubik diameter (D3) sebagai prediktor penunjuknya. Mesin Pemilah Panter yang dikembangkan mampu mengukur modulus elastisitas (EP) dan kekakuan lentur (EIP) dari batang bambu secara non-destruktif.

Baca Juga: GEGER 93 Warga Cipaku Bogor Keracunan Makanan 1 Diantaranya Meninggal Dunia Diduga Usai Mengkonsumsi Nasi Box

"Parameter yang mempengaruhi kinerja material bambu diatasi melalui penggunaan nilai karakteristik kekuatan dan kekakuan yang ditentukan secara eksperimental," ucapnya.

Kemudian setelah dimodifikasi, data sifat mekanik dihitung menjadi tegangan ijin desain, yang dapat digunakan untuk tujuan desain. Dalam proses pemilahan masinal, kekuatan lentur maupun tekan merupakan properti penentu kelas dan kemudian digunakan untuk mengklasifikasikan material ke dalam “kelas kekuatan.”

Inovasi Teknologi Produk Bambu Rekayasa

Selain dalam bentuk buluh/bambu utuh (round bamboo/culm), inovasi teknologi produk bambu rekayasa (engineered bamboo products) telah dikembangkan sebagai  sebagai alternatif bahan konstruksi modern.

Bambu mengalami transformasi menjadi bahan konstruksi yang kuat dan ramah lingkungan, sejalan dengan kemajuan teknologi dan inovasi yang serta memiliki potensi besar menjadi material konstruksi unggul.

Baca Juga: Presiden Jokowi Terbitkan PP Izin Usaha Pertambangan Ormas Keagamaan, Ini Daftar 31 Ormas di Indonesia !

Pengembangan beberapa metode dalam memproses bahan komposit dari bambu serta kajian sifat strukturnya telah dilakukan dalam bentuk Bamboo Zephyr Board (BZB), Bamboo Binderless Board (BBB), dan Bamboo Reinforces Board (BRB).

Produk rekayasa tersebut memiliki kekuatan lebih tinggi dibandingkan produk panel komersial seperti papan partikel, kayu lapis maupun OSB (oriented strand board).

Produk Laminated Bamboo Lumber (LBL) yang dikembangkan dengan menyusun lamina zephyr secara vertikal mampu memberikan nilai  kekakuan (MOE) dan kekuatan (MOR) yang superior dibandingkan balok kayu solid.

Pemanfaatan lapisan bambu sebagai penguat (reinforcing material) pada produk Bamboo Reinforced Composite Beam (BRCB) membuktikan terjadinya peningkatan MOE dan MOR masing-masing 2,9 dan 2,3 kali lebih besar dibandingkan tanpa penambahan lapisan.

Baca Juga: Rekomendasi Destinasi Wisata Alam di Bogor, Giwangkara River Tubing Neglasari Murmer Tiket Hanya 35 Ribuan !

Selain dalam bentuk balok lurus, lamina bambu dengan tebal 4-5 mmm mampu menghasilkan produk balok melengkung (arch beam) yang sebanding mutunya melalui proses kempa dingin pada radius tertentu.

Balok laminasi yang efisien dan unggul juga dapat dihasilkan dengan penyusunan penampang yang alami melengkung. Perlakuan pemadatan (densification) juga dapat menghasilkan produk balok laminasi bermutu yang lebih seragam.

Bamboo Sandwich Panel (BSP) dikembangkan sebagai panel komposit yang terdiri dari lapisan tipis kayu lapis atau anyaman bambu berkekuatan tinggi di sebelah luar (face & back), direkat dengan lapisan inti (core) di bagian tengah yang lebih tebal yang terbuat dari potongan bambu yang disusun secara vertikal.

Produk BSP ini memiliki kemampuan dan keterandalan terhadap beban lateral, dapat digunakan sebagai komponen rumah pra-pabrikasi yang tahan gempa dan bersahabat dengan lingkungan.

Baca Juga: Mahasiswa IPB Bogor Supervisi Rebranding Giwangkara River Tubing, Salah Satu Destinasi Wisata Alam di Bogor

Produk Cross Laminated Bamboo (CLB) dengan kualitas tinggi telah diproduksi dengan melihat pengaruh kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina bambu, dimana nilai kekuatan tekan sejajar serat CLB jauh lebih tinggi hasilnya dibandingkan laminasi kayu solid.

Produk komposit yang dikembangkan untuk mengoptimalkan penggunaan bambu adalah Strand Woven Bamboo (SWB) atau Scrimber. Rendemen SWB tinggi karena memanfaatkan 80% bahan baku masukan. SWB terdiri atas serabut bambu yang dikempa menjadi balok padat menggunakan resin phenol-formaldehida.

Sudah saatnya bambu dipromosikan sebagai salah satu material unggulan karena memiliki beberapa keistimemawaan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sebagai bahan kontruksi hijau.

Pemahaman yang baik terhadap sifat-sifat dasar bambu, seperti kapasitas tekan serta lenturnya mengarahkan perekayasa untuk memanfaatkan bambu secara tepat guna selama jangka waktu yang direncanakan sehingga efisiensi penggunaannya dapat optimal.

Baca Juga: Gara - Gara Persaingan Penumpang ELF, Seorang Pria Di Garut Ngamuk Pecahkan Kaca Jendela Dengan Sebilah Pedang

Keandalan bambu sebagai bahan konstruksi harus didukung lebih lanjut dengan kajian yang terarah terutama mengenai pengawetan, dan sistem sambungannya.

Saat ini kata Prof Naresworo, tantangan yang masih dihadapi untuk menjadikan bambu menjadi tuan rumah di negeri sendiri antara lain:

  • Data dan informasin potensi dan sebaran bambu belum tersedia lengkap,
  • Persepsi nilai penting dan nilai tambah bambu masih rendah,
  • Kurangnya insentif dan dukungan dalam menanam bambu,
  • Rantai nilai produk bambu yang masih lemah, dan kelembagaan ekonomi dan industri yang belum terbangun,
  • Aplikasi teknologi dan inovasi pengolahan produk yang terbatas,
  • Kebijakan dan program hulu–hilir dalam pengembangan bambu belum terintegrasi.

Selanjutnya kata Prof Naresworo upaya dan sinergi bersama para pihak dalam penelitian, pengembangan teknologi, regulasi, dan peningkatan keterampilan sangat diperlukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan buluh dan produk bambu rekayasa, selain itu sosialisasi dan promosi pemanfaatan bambu sebagai material konstruksi perlu terus ditingkatkan.

Baca Juga: Jamaah Masjid Nurul Iman Kp Cibeureum Tengah Bogor, Gelar Haul Akbar Syeh Abu Hasan Ali Sajili, Ini Infonya !

"Manajemen pengelolaan hutan/tanaman bambu yang lestari merupakan strategi penting untuk mengatasi isu-isu lingkungan seperti perubahan iklim dan pemanasan global, sekaligus menjadi peluang untuk meningkatkan peran bambu sebagai sumberdaya ramah lingkungan, terbarukan, dan lestari,"pungkasnya.***

Editor: Agus Sopyan

Sumber: IPB University

Tags

Terkini

Terpopuler