Pakar Politik: Hak Angket Jangan Hanya Menyasar Pilpres Saja Tapi Harus Sekalian dengan Pileg

28 Februari 2024, 03:24 WIB
Ilustrasi suasana sidang DPR RI- Hak angket yang belakangan ini ramai dibicarakan, jangan hanya menyasar Pilpres saja tapi juga harus sekalian dengan Pileg /Antara/Wahyu Putro A/

DESKJABAR - Pascapelaksanaan Pemilu 2024 yang baru saja digelar pada 14 Februari 2024 lalu, kini muncul sejumlah pihak yang bermaksud mengajukan hak angket DPR terkait dugaan kecurangan Pilpres pada Pemilu 2024.

Menyoroti adanya usulan hak angket DPR yang hanya menyasar dugaan kecurangan Pilpres itu, mendapat sorotan tajam dari pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar Sulawesi Selatan (Sulsel) Ali Armunanto dan pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi.

Menurut Ali Armunanto, potensi kecurangan terbesar pada Pemilu 2024 sebenarnya justru terjadi di Pileg bukan di Pilpres. Karena itu, usulan hak angket DPR sebaiknya tidak hanya Pilpres tetapi juga Pileg.

"Kalau yang diwacanakan kecurangan Pemilu 2024, tentu harus menyasar semuanya, baik pemilu DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan juga Pilpres," kata Ali Armunanto, dikutip dari Hai Bandung.com, Selasa 27 Februari 2024.

Baca Juga: Ridwan Kamil OTW Jakarta Ikuti Saran Maci Sang Ibunda, Positif Akan Tinggalkan Jabar?

Baca Juga: Difoto Bersama Presiden Jokowi, Gadis ABG Ini Bergaya Gokil: Anak Muda Banget Bro..!

Dia menegaskan, pengajuan hak angket DPR yang hanya difokuskan lepada Pilpres akan menimbulkan pertanyaan. Pasalnya, kecurangan sangat besar pada Pemilu 2024 justrus terjadi di Pileg.

"Tentu kalau dilakukan secara parsial hanya Pilpres, ini kan menimbulkan pertanyaan, ada apa? Kenapa Pilegnya juga tidak ditanyakan? Toh kecurangan-kecurangan Pemilu 2024 yang luar biasa justru terjadi di Pileg," katanya.

Ali Armunanto mencontohkan kecurangan yang banyak terjadi pada Pileg adalah politik uang. Sebab itu kata dia, jika DPR hanya mempersoalkan hasil Pilpres saja akan terkesan politis.

"Misalnya money politik itu yang terjadi secara vulgar itu di Pileg, terutama di DPRD. Tentu ini harus diusut juga. Jangan hanya Pilpres saja. Pilpres kesannya dijadikan komoditas politis terlalu kelihatan," katanya.

Dia juga mengatakan, isu hak angket DPR ini rentan dijadikan alat untuk tawar menawar kekuasaan. Apalagi terindikasi ada sejumlah parpol yang diduga terkait dengan isu kecurangan Pemilu 2024.

Supaya adil, tegas Ali Armunanto, hak angket DPR juga harus ditujukan untuk Pilpres dan Pileg. Ini penting supaya hak angket tidak dicurigai sebagai strategi untuk dijadikan alat tawar dalam bargaining politik pasca Pemilu 2024.

"Jadi mestinya kalau mau dilakukan ya harus adil, tapi memang ya saya mencurigai ini hanya sebagai strategi untuk dijadikan sebagai alat tawar dalam bargaining politik pasca Pemilu 2024," pungkasnya.

Baca Juga: Keluarga Berduka Karena Anaknya Tewas Tenggelam, Tim SAR Sibuk Mencari, Eh Gak Tahunya...

Bisa Picu Kerusuhan 

Di tempat terpisah, dirangkum dari sejumlah media online nasional, pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi juga menilai, hak angket sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan DPR mengenai ada tidaknya pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam pemilu, tidak tepat jika ditujukan hanya untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pilpres tanpa menyertakan Pileg.

Bilamana hak angket dilakukan secara parsial, Pilpres saja misalnya, maka motifnya patut dipertanyakan. Pasalnya jelas dia, keduanya (Pilpres dan Pileg) sepaket dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam pelaksanaannya.

Haidar Alwi juga mengatakan, hak angket kecurangan pemilu dapat memicu kerusuhan besar jika mengabaikan kerangka representasi rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 69 Ayat 2 Undang Undang MD3.

Menurut dia, hak angket hanya merepresentasikan sebagian kecil rakyat yang ada pada posisi kontra hasil pemilu saja. Ia mengkhawatirkan akan timbul gelombang keributan yang lebih besar dari kalangan rakyat yang pro terhadap hasil pemilu.

Baca Juga: AHY Menggebrak, Akan Libas Mafia Tanah di Indonesia Demi Bela Rakyat Kecil

"Jangan sampai rakyat dikorbankan demi hasrat elite politik yang haus kekuasaan," kata Haidar Alwi, Selasa, 27 Februari 2024

Dia mengungkapkan, hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) merepresentasikan 83,6 persen rakyat puas terhadap penyelenggaran pemilu dan 76,4 persen menyatakan pemilu telah berlangsung jurdil.

"Artinya, kalangan rakyat yang dapat dijadikan representasi hak angket hanya sebagian kecil saja. Meskipun partai-partai pengusul hak angket jumlah kursinya di DPR lebih besar," ujar Haidar Alwi.***

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler