Wakil Ketua MPR Sebut Hak Angket Peradilan Politik Unjuk Kekuatan, Berpotensi Timbulkan Perpecahan

- 26 Februari 2024, 05:12 WIB
Wakil Ketua MPR RI Sjarifuddin Hasan menilai, penggunaan hak angket untuk merespons dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 merupakan langkah yang tidak tepat, kontraproduktif dan menjadi peradilan politik untuk unjuk kekuatan yang berpotensi menimbulkan perpecahan bangsa.
Wakil Ketua MPR RI Sjarifuddin Hasan menilai, penggunaan hak angket untuk merespons dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 merupakan langkah yang tidak tepat, kontraproduktif dan menjadi peradilan politik untuk unjuk kekuatan yang berpotensi menimbulkan perpecahan bangsa. /ANTARA/HO-Humas MPR RI/

DESKJABAR - Wacana penggunaan hak angket untuk merespons dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 merupakan langkah yang tidak tepat, karena bersifat kontraproduktif. Demikian dikatakan Wakil Ketua MPR Sjarifuddin Hasan, Minggu 25 Februari 2024.

Menurut Sjarifuddin Hasan, wacana membuat hak angket menjadi bias dan bertendensi politis. Hak angket menjadi peradilan politik untuk unjuk kekuatan yang berpotensi menimbulkan perpecahan bangsa.

"Hal tersebut berbahaya bagi demokrasi Indonesia dalam jangka panjang", kata Sjarifuddin Hasan dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Minggu 25 Februari 2024..

Dia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, sudah mengatur mekanisme jika ada pihak yang ingin mempertanyakan hasil pemilu.

Baca Juga: AHY Sebut, Hak Angket Tidak Memiliki Urgensi: Rekonsiliasi Bangsa Lebih Penting

Baca Juga: AWAS! Jaringan Sex Sesama Jenis Internasional Merayu Anak Anda, FBI dan Polri Tangkap 5 Pelaku di Tangerang

Seluruh pihak hanya perlu menunggu KPU dan Bawaslu yang tengah menyelesaikan tugasnya. Hak angket, menurutnya
hanya akan menyisakan kegaduhan politik, berdampak pada segregasi sosial politik, dan kenyamanan berusaha.

"DPR memang punya hak mengajukan angket. Namun menyikapi pesta demokrasi yang telah berjalan demokratis ini, semua pihak harus mengedepankan kebijaksanaan kolektif, menurunkan tensi politik, menunggu semua proses Pemilu rampung," kata Sjarifuddin Hasan.

Sengketa proses dalam pemilu, kata dia, bisa diajukan ke Badan Pengawas Pemilu. Sedangkan sengketa hasil pemilu bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

"Semua pengajuan sengketa itu, bakal bermuara pada kepastian hukum melalui lembaga yudikatif", ujar Sjarifuddin Hasan.

Lebih lanjut dia mengajak semua pihak untuk berpikir lebih holistik dan integratif menyikapi pelaksanaan pemilu. Semua pihak, katanya, telah bersepakat Pemilu tahun 2024 ini sebagai agenda pergantian pemimpin politik nasional maupun daerah.

Baca Juga: Baliho Ridwan Kamil Bertebaran di Jakarta, Sinyal Maju di Pilgub DKI 2024 Tinggalkan Jabar?

Menurutnya semua proses pelaksanaan pemilu disepakati dan diawasi bersama, termasuk dalam hal proses rekrutmen
penyelenggara pemilu.

Sebab itu, jika pelaksanaan pemilu dipertanyakan dan bahkan didelegitimasi oleh parlemen, menurutnya hal itu justru menyisakan banyak pertanyaan.

"Jika ada anggapan pemilu bermasalah, atau KPU dan Bawaslu tidak independen, sebaiknya gunakan saja saluran yang tersedia. Menggunakan mekanisme hukum jauh lebih baik dibandingkan unjuk kekuatan politik di DPR," Sjarifuddin Hasan.***

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x