Orang Cikatomas Tasikmalaya Ikut Berjasa Perjuangkan Kemerdekaan Negara Suriname: Ini Sosoknya!

31 Agustus 2023, 09:20 WIB
Foto hitam putih Iding Soemita (tengah) orang Cikatomas Tasikmalaya saat mengikuti sidang parlemen di Suriname. Iding ikut berjasa memperjuangkan Kemerdekaan Suriname dari penjajah Belanda. /Tangkapan layar/Wikipedia/

DESKJABAR - Ternyata ada orang Tasikmalaya, Jawa Barat tepatnya kelahiran Cikatomas yang sukses menjadi politikus dan pejabat di Suriname, sebuah negara yang berada di Amerika Selatan. Dia adalah Iding Soemita.

Padahal seperti slogan SPBU, pria Tasikmalaya itu menapaki kariernya benar-benar berawal dari nol. Dari seorang buruh tani yang diberangkatkan Belanda ke Suriname pada 1925, dia bertransformasi menjadi politisi yang berpengaruh di sana.

Baca Juga: 7 Daerah di Tasikmalaya yang Berpenghuni Para Bos: Rumahnya Mewah Hidup Bagaikan Sultan

Baca Juga: Update Daftar Wilayah Tergusur Tol Getaci di Kabupaten Garut dan Gerbang Tol: Ada 7 Kecamatan dan 37 Desa

Bagaimana Iding Soemita bisa sampai ke Suriname? Ceritanya berawal dari tahun 1900-an lalu, dimana negara kita masih dijajah Belanda. Kala itu, banyak orang Jawa yang dikirim ke Suriname untuk dipekerjakan sebagai buruh tani di pabrik gula.

Di masa itu, Belanda memang banyak membuka perkebunan di Suriname. Namun, karena penduduk Suriname tidak begitu banyak, Belanda mendatangkan pekerja buruh tani dari Jawa.

Banyak beragam versi datangnya pekerja Jawa ke Suriname kala itu. Dikutip dari Jurnal Sejarah Citra Lekha berjudul “Nasionalisme dan Gerakan Mulih Njowo 1947-1954”, pekerja buruh tani Jawa itu ada yang diculik lalu dibius dan ketika sadar sudah ada di kapal di tengah laut menuju Suriname.

Sebagian lagi ada juga yang diiming-iming upah besar sebanyak 60 sen per hari. Lalu ada yang dibohongi dengan mengatakan bahwa ada keluarganya di Suriname yang ingin bertemu.

Imigran Jawa yang akan dipekerjakan sebagai buruh tani di perkebunan Belanda itu diangkut dengan kapal mengarungi lautan selama sekitar 3 bulan perjalanan.

Salahsatunya Iding Soemita, pria kelahiran Cikatomas Kabupaten Tasikmalaya 3 April 1908. Ia berangkat menjadi buruh tani di Suriname pada tahun 1925 atau saat dia berusia 17 tahun.

Baca Juga: Update Daftar Wilayah Tergusur Tol Getaci di Kabupaten Tasikmalaya: Ada 8 Kecamatan dan 17 Desa

Dudu Risana, pegiat sejarah dan dosen sebuah perguruan tinggi swasta di Tasikmalaya menuturkan, naluri politik pada diri Iding Soemita sudah nampak sejak berusia muda. Iding muda pandai berorasi, mampu melakukan penggalangan massa dan cakap berorganisasi.

Itu pulalah sebabnya, bekerja menjadi buruh tani di perkebunan Belanda di Suriname tak membuat Iding Soemita terjebak di zona nyaman atau hanya fokus pada pekerjaannya saja.

Pikirannya yang revolusioner mendorong dia menjadi motor penggerak untuk melawan ketidakadilan termasuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme.

"Iding Soemita menjadi tokoh perjuangan bagi masyarakat Indonesia di Suriname untuk mendapatkan hak-hak politiknya," kata Dudu.

Yang menarik, Iding Soemita juga pandai berbisnis. Setelah habis masa kontraknya sebagai buruh tani selama 5 tahun, Iding Soemita diketahui memiliki sebuah toko di Paramaribo, Suriname.

Rupanya, rajin berbisnis dan membuka usaha toko itu strategi Iding Soemita sebelum dirinya memutuskan terjun sepenuhnya di bidang politik. Ia perlu mapan dulu secara ekonomi sebelum aktif melakukan perjuangan.

Prihatin buruh Indonesia meninggal dikubur tidak layak

Lika-liku perjalanan Iding Soemita dalam menapaki karir politiknya di Suriname, berawal dari keprihatinan manakala dirinya menyaksikan nasib rekan sesama buruh tani Indonesia di Suriname yang meninggal dunia dikuburkan dengan tidak layak.

Baca Juga: Update Daftar Wilayah di Kota Tasikmalaya yang Tergusur Tol Getaci: Ada 4 Kecamatan dan 14 Kelurahan

Dari kejadian itu, Iding mulai memobilisasi massa dengan menggagas penghimpunan dana pemakaman secara swadaya.

Dana itu akan digunakan untuk membiayai proses pemakaman buruh tani yang meninggal dunia agar bisa dimakamkan secara layak dan terhormat.

Dari situ, semangat persatuan dan gotong royong di antara sesama buruh tani imigran Indonesia mulai mengkristal dan menjadi sebuah kekuatan.

Iding Soemita sendiri bertindak sebagai orang terdepan di komunitasnya. Sering kali ia tampil mengadvokasi perselisihan kaum buruh tani Indonesia asal Jawa dengan kaum kolonial.

Sosok Iding Soemita semakin disegani ketika dia menyuarakan gerakan Moelih n' Djawa sekitar tahun 1933. Gerakan ini menuntut agar buruh tani Jawa bisa dipulangkan ke tanah air Indonesia.

“Pada tahun-tahun itu banyak buruh yang sudah habis masa kontrak kerjanya, rata-rata mereka bekerja untuk 5 tahun," kata Dudu Risana.

Menurut Dudu Risana, kedatangan orang Jawa ke Suriname memang dengan perjanjian kontrak kerja selama 5 tahun. Setelah itu mereka mendapatkan hak untuk kembali ke Tanah Air.

“Pemerintah Belanda menanggung biaya kepulangan mereka ke tanah air. Janji-janji inilah yang mereka tagih kepada Pemerintah Belanda”, tutur Dudu Risana.

Karier politik Iding Soemita semakin moncer saat dia bersama rekan buruh lainnya membentuk sebuah organisasi pergerakan bernama Persatuan Indonesia pada tahun 1946.

Baca Juga: Akhir 2023, Beberapa Desa di Ciamis dan Tasikmalaya Akan Pamit, Lenyap Tenggelam oleh Bendungan Ini

Mendirikan Parpol

Kemudian pada 1948, Iding Soemita mengubah nama organisasi Persatuan Indonesia menjadi Kaoem Tani Persatoean Indonesia (KTPI), sekaligus dideklarasikan sebagai partai politik.

Kaoem Tani Persatoean Indonesia atau KTPI, pada tahun 1949 ikut menjadi peserta Pemilu Suriname di distrik Commewijne.

Dan pada Pemilu tahun 1949  itu partai KTPI berhasil meraup 2.325 suara sehingga berhasil mendapatkan 2 kursi parlemen dari total 21 kursi.

Sukses masuk parlemen, selanjutnya  Iding Soemita  tak hanya sebatas berjuang untuk kaum buruh tani asal Indonesia saja. Tapi Iding Soemita  juga ikut aktif dalam upaya kemerdekaan Suriname. Ia aktif terlibat dalam setiap perundingan dengan Belanda terkait kemerdekaan Suriname.

Perjuangan itu membuahkan hasil. Pemerintah Belanda bersama beberapa wakil dari Suriname menandatangani kesepakatan rencana Belanda mengakhiri penjajahan pada 15 Desember 1954.

Nama Iding Soemita terus berkibar di Suriname sampai akhirnya Suriname menjadi negara berdaulat dan merdeka sepenuhnya pada  25 November 1975.

Iding Soemita sendiri yang meninggal pada 18 November 2001 (93 tahun), menularkan dan mendidik talenta politiknya kepada anaknya. Anak lelakinya bernama Willy Soemita berhasil menjadi menteri di Suriname.***

Editor: Zair Mahesa

Tags

Terkini

Terpopuler