“Kita boleh suka dengan siapapun, tapi pada saat kita bicara soal hukum, please hilangkan rasa suka atau tidak suka kita itu, dan fokus kepada fakta-fakta apa yang sedang diperdebatkan,” ucap Anjas.
Menurutnya, opini liar netizen karena upaya pembentukan opini publik dari masing-masing saksi akan sangat berbahaya.
“Ini yang bahaya, dan ini juga yang menurut aku menjadi salah satu indikasi atau yang menjadi kendala penyidik Polda Jabar ‘tidak pede’ atau ‘tidak berani’ mengumumkan sebenarnya sudah ada beberapa orang yang sudah diketahui ada indikasi ke sana ke sini, tapi tidak mau diungkapkan sekarang,” kata Anjas lagi.
Ia menegaskan, kemungkinan penyidik Polda Jabar belum mengumukan nama tersangka kasus Subang hingga saat ini karena ada ketakutan dari opini publik.
“Yah aku yakin sekali kalau penyidik ditanya apakah opini publik akan mempengaruhi fakta hukum atau manakah yang lebih penting fakta hukum atau opini publik, pasti akan dijawabnya fakta hukum adalah segalanya,” ujar Anjas.
Sebelumnya pakar Hukum DR Heri Gunawan menduga strategi yang disiapkan Polda Jabar dalam pengungkapan kasus Subang, mirip dengan pengungkapan kasus Medan. Yakni tangkap dulu eksekutornya baru otaknya yang merupakan orang terdekat korban.
Menurut dia, sketsa wajah yang disebar oleh Polda Jabar terkait Kasus Subang adalah eksekutornya. Orang terdekat atau siapapun yang jadi otak pembunuhan tidak akan ditangkap kalau eksekutornya belum ditangkap.***