Denny Darko melontarkan kemungkinan bahwa saat orang mengerti soal forensik, mereka bisa saja melakukan framing terhadap orang-orang tertentu.
Menanggapi itu, dr Sumy Hastry menjelaskan bahwa tim penyidik selain dari jenasah juga mem-profile dengan psikologi forensik, detektor kebohongan.
"Itu kan bisa sebagai alat bukti untuk keterangan ahli. Bahkan ada juga ahli poligraf untuk mengamati karakter tulisan. Jadi, kepolisian juga didukung oleh tim forensik yang menyeluruh," tuturnya.
Polisi kantongi pemilik DNA
Dalam wawancara yang ditayangkan di kanal YouTube Denny Darko sehari sebelumnya, pakar forensik dr Sumy Hastry menegaskan bahwa pemilik DNA yang diambil dari barang-barang di lokasi TKP kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang, sudah diketahui dan sudah ada di kantong polisi.
Semua itu berawal dari pertanyaan Anjas di Thailand soal mengapa polisi belum mengumumkan tersangka kasus pembunuh ibu dan anak di Subang, padahal sudah ada 2 alat bukti.
Menurut dr Sumy Hastry, kalau proses identifikasi bencana massal bisa cepat karena ada data pembanding dari pihak keluarga. Demikian juga untuk kasus teroris, ada data pembanding dari pihak keluarga.
"Sekarang kasus Subang, kita sudah dapatkan puluhan DNA yang ada di sekitar lokasi, kita petakan. Matching nggak dengan DNA yang kita dapat di properti atau barang bukti di lokasi itu. Makanya butuh waktu lama," tutur dr Sumy Hastry.
Ia menjelaskan, pemeriksaan darah cepat yaitu tiga hari selesai. Akan tetapi, untuk memeriksa sidik jari di rokok, atau di kursi, pintu, atau mobil, prosesnya lama.