Sengketa Pilkada Kabupaten Bandung, Menanti Keputusan MK

- 17 Maret 2021, 08:10 WIB
Ilustrasi - Pilkada Kabupaten Bandung
Ilustrasi - Pilkada Kabupaten Bandung /literasinews.pikiran-rakyat.com/

Hasil perolehan suara

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Bandung telah menetapkan hasil perolehan suara Pilkada Kab. Bandung 2020 pada 15 Desember 2020 malam. Paslon nomor urut 3 Dadang Supriatna - Sahrul Gunawan meraih suara terbanyak (928.602). Disusul paslon nomor urut 1 Kurnia Agustina - Usman Sayogi meraih 511.413 suara, dan paslon nomor urut 2 Yena Iskandar Masoem - Atep Rizal dengan 217.780 suara.

Di atas itu, sebatas hasil pemungutan suara. Keunggulan suara belum bisa serta-merta berlanjut penetapan tentang bupati dan wakil bupati terpilih. Para paslon diberikan tengat waktu tiga hari untuk menggunakan hak gugatan. Disebut Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Kewenangan memeriksa dan mengadili adalah Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkedudukan di Jakarta. Kabar terakhir, sidang putusan dijadualkan Kamis lusa, 18 Februari 2021 mulai pukul  09.00 WIB.

Baca Juga: Respon Pernyataan DPR RI, KPK Tegaskan Terus Cari Tujuh Tersangka DPO termasuk Harun Masiku

Nyaris tak terendus gonjang-ganjing pascapilkada hingga penetapan perolehan suara tadi. Namun, saat pihak KPU tak kunjung menetapkan paslon "pemenang" --  sejak itu mulai santer adanya gugatan terhadap hasil pilkada. Semula, sejumlah kalangan  berpandangan -- suksesi akan berjalan mulus dan kondusif. Tinggallah menunggu sertijab dari bupati (lama) kepada bupati terpilih pada 17 Februari 2021. Begitulah prakiraan kita.

Pemahaman umum, tidaklah dimungkinkan gugatan. Selisih perolehan suara melebihi ambang batas 2,5 prosen. Dengan kata lain, MK bakal menolak. Ternyata gugatan dari relawan paslon nomor urut 1 tidak menukik pada hasil suara pilkada. Justru menyorot tajam hal narasi atau materi visi-misi paslon nomor urut 3. Gugatan ini sejatinya dilayangkan kepada pihak KPU sebagai penyelenggara pilkada.

Fenomena baru

Fenomena baru dalam sistem hukum acara di MK. Bahkan kali pertama dalam peradilan PHPU. Tampaknya, MK tak serta-merta terpaku dengan paradigma selama ini. Semata bersandar pada prasyarat selisih perolehan suara yang tidak melebihi ambang batas. Dari aspek ini, jelas tak terpenuhi prasyarat gugatan. Sekali lagi, praktis ditolak. Tapi, nyatanya gugatan itu diterima dan tengah berproses di persidangan MK.

Gugatan yang secara spesifik pada materi visi dan misi paslon. Seperti diketahui, visi menggambarkan rencana yang akan menjadi tujuan. Visi senantiasa berorientasi ke depan, dengan upaya perubahan dan pengembangan. Bergandeng misi sebagai langkah mencapai visi yang telah dibuat. Misi juga mengandung aspek prioritas dan metoda.

Visi dan misi calon haruslah bersifat kualitatif. Bukan kuantitatif. Tegasnya, janji kuantitatif bukanlah hak kandidat paslon. Dia menjadi domain eksekutif bersama legislatif. Telaah kuantitatif itulah yang "dimainkan" dan dijadikan konsiderans dan atau pertimbangan gugatan. Dalam hal visi-misi, pihak tergugat (KPU Kab. Bandung) meloloskan aspek kuantitatif. Berupa pencantuman nominal uang sebagai dayatarik kepada calon pemilih. Semisal program pemberdayaan Rukun Warga (RW) dengan alokasi anggaran Rp 100 juta (atau berapa pun) dalam setiap tahun anggaran. Ya, semisal seperti itu -- tidak dibolehkan. Terkait hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang Pilkada 2020.

Halaman:

Editor: Zair Mahesa


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah