Baca Juga: Mie Bakso ‘Dingdiling’ Kawasan GOR Saparua Bandung, Peninggalan 1980-an yang Diburu
Penjualan
Menurut Eni, produksi sate jebred sebenarnya cukup lama waktunya rata-rata 12-14 jam, mulai membersihkan, merebus, mengerat-ngerat, menusukkan, membumbui, merebus kembali, sampai dijual lagi.
Rata-rata sate jebred mulai diambil para pengasong saat dini hari dan siang hari, dan umumnya habis terjual sore hari, yang belum terjual bisa disimpan dengan direbus lagi sampai dijajakan lagi esok harinya.
Soal pasokan tusuk sate, katanya, juga berasal dari warga Kampung Balong sendiri, karena pasokan rumbun bambu masih cukup banyak. Usaha membuat sate jebred dan membuat tusuk sate pun tak mengenal waktu, namun bagi warga yang menggeluti usaha pertanian menjadi tambahan usaha sehari-hari sambil menunggu panen padi.
Baca Juga: Pasar Jagung Bakal Meninggi, Peluang Usaha Pertanian Tahun 2023
Disebutkan, usaha memproduksi sate jebred memang lumayan baik hasilnya, misalnya jika modal usaha Rp 175.000/hari, dapat diperoleh laba sampai Rp 300.000/hari jika dijual langsung.
Karena para pembuat sate jebred pun lebih suka berbagi usaha dengan mereka yang menjadi pedagang pengasong, laba pun tak sebesar itu. “Ya etang-etang saling masihan usaha ka anu sanes (hitung-hitung memberikan lapangan pekerjaan bagi orang lain),” ujarnya.
Warga yang tinggal di sekitar Stasiun Cicalengka, Enus (62) dan mengaku pernah menjadi pedagang pengasong selama 20 tahun sekitar di stasiun, mengatakan, di antara para pedagang pengasong sate jebred, tak sedikit merupakan usaha turun temurun.